"Semua ini tentang sebuah kerinduan,"

Entah mimpi apa aku semalam, yang jelas belakangan ini aku merasa tak enak hati, tidak nafsu makan, tidak ingin bicara pada siapa pun. Esoknya benar saja aku sakit, aku dibawakan ke sebuah klinik terdekat oleh teman-temanku karena ditemukan tak sadarkan diri di dalam kamar kos-kosan. Saat terbangun seluruh tubuhku lemas, kepala yang masih pening dan pergelangan tangan yang sudah terinfus oleh selang. Dokter bilang, aku dehidrasi dan stres, juga asam lambungku naik.

Ya, benar, memang aku sedikit stres. Aku tidak pernah terpikirkan akan seperti ini keadaanku. Aku tidak melakukan kesalahan apa pun, aku tidak melakukan kejahatan apa pun, tapi tiba-tiba aku disiksa oleh ketiadaan kabar dari seseorang. Dia tiba-tiba menghilang bak ditelan bumi. Dia tiba-tiba diam seribu bahasa bak patung-patung dalam museum yang terawat dengan rapih. Dia tiba-tiba sangat menyebalkan bak petir yang datang secepat kilat. Lalu, semesta seakan-akan menciptakan kami bak dua mata uang yang tak pernah bertatap, kami seperti bercermin namun juga saling membelakangi. Kami seperti didiamkan oleh keadaan yang jika aku boleh menamakannya adalah sungkan.

Dulu, aku seperti dibawa terbang dengan kedua sayapnya. Melihat dunia dari ketinggian yang sedang membuatku sesekali memeluknya sangat erat, seperti tak ingin jauh darinya, seperti tak ingin lepas darinya. Aku sering dibisikkan banyak mantra olehnya, yang membuatku lupa bahwa aku berada di atas udara. Di atas udara yang indah, dia menceritakan banyak kisah, dari negeri dongeng sampai debat dua calon pangeran yang ingin merebut kekuasaan negara. Aku senang bukan kepalang. Aku sangat suka mendengarkan dia bercerita tentang apa pun, suaranya sangat memabukkan, terkadang membuatku lupa diri. Aku lagi-lagi lupa aku sedang dibawanya terbang ke sana ke mari dengan kedua sayapnya yang rapuh. Yang kapan saja, dia bisa menjatuhkanku tanpa sengaja.

Aku menangis sejadinya, saat tahu aku terbangun tengah berada di ranjang seperti di rumah sakit. Dua temanku berada di sisi, menemaniku sampai aku bangun. Sementara dua lainnya mencari makanan. Mereka semua yang membawaku ke klinik, tentu aku tahu, satu dari temanku itu menceritakan kronologisnya.

"Kamu kenapa, sih? Jangan sampai sakit gini dong,"

"Udah gak usah nangis, gak usah disesali lagi,"

Sementara temanku begitu, aku masih menangis tak karuan. Sangat sesak hati ini, sakit sekali kepalaku memikirkannya. Lagi-lagi aku bertanya, aku salah apa?

"Kangen... Aku kangen,"

Aku merintih disela-sela isakan tangis. Dua temanku malah tertawa melihatku lemah seperti ini hanya karena seseorang. Aku terheran, lalu diam melihat mereka tertawa. Dua temanku yang lainnya datang dari pintu utama ruangan. Mereka semua sudah mengetahui sebab aku sakit pasti karena seseorang itu. Jelas saja, aku berbeda dengan teman-temanku yang lainnya, yang bisa menahan rindu tanpa mengatakan apa pun, aku tidak bisa seperti itu, jika tidak mengatakannya yaa respon tubuhku akan seperti ini karena aku selalu memikirkannya. Mungkin memang aku ini termasuk orang-orang introvert, yang teramat melankolis. Padahal jika aku berani, aku bisa saja meminta penjelasan padanya mengapa seseorang itu tiba-tiba diam tanpa kabar. Atau jika tak mau ribet, aku tinggal move on dan mencari penggantinya.

Tapi aku tidak seperti itu, aku masih menginginkannya, aku masih sayang padanya, aku masih ingin dekat dengannya, aku masih ingin mendengar cerita-ceritanya. Aku masih mengharapkannya, "Aku tuh gak bisa diginiin, kalo udah gak suka yaudah sakiti aku aja sekalian. Dia boleh maki-maki aku, dia boleh ilfeel sama aku, nolak aku, atau apa lah, yang bikin aku sakit hati karena dia. Aku gak bisa diginiin, gak ada masalah apa-apa, tapi dia berubah gitu,"

Aku menangis, lagi.

Semua temanku diam. Mungkin mereka juga bisa mengerti keadaanku sekarang. Dan benar kata orang, perempuan lebih baik dikatakan negatif daripada dicampakkan seperti itu. Perempuan lebih baik dijelaskan dengan sejelas-jelasnya walaupun itu pahit dan dengan begitu ia akan menerima, lalu pergi dengan baik-baik. Perempuan jangan dicampakkan seperti itu, karena rasanya itu sangat-sangat hina.

"Terus mau kamu gimana?"

Aku mengambil surat di saku celanaku lalu memberikan surat itu pada salah satu temanku, "Aku mau dia baca surat ini,"


Sayang, ada apa denganmu? Kenapa diam saja seperti itu? Kenapa aku dicampakkan seperti ini? Kenapa aku seperti dibuang begitu saja? Salah apa aku?

Aku pernah bertanya kan, apa aku melakukan kesalahan? Kamu bilang aku tidak salah apa-apa. Aku berpikir, mungkin kamu butuh waktu. Lalu, aku berniat untuk tidak mengganggu, tapi kamu malah tak mempedulikanku, aku diam kamu pun ikut diam. Sampai kita tak lagi saling menyapa. Mungkin kamu juga merasakan ini sangat menyiksa, aku lebih merasakan bahwa ini sungguh-sungguh sangat menyiksa.

Jika masa lalu kamu adalah alasannya. Aku tidak bisa apa-apa. Itu adalah hak kamu untuk selalu mengingatnya. Aku juga bisa hargai itu. Aku pernah kan mengizinkan kamu masuk ke dalam pelukanku, aku ingin sekali menenangkanmu, mengusap-usap dadamu yang masih terasa sesak karena ditinggalkan olehnya, aku ingin sekali berada di sisimu, membisikkan bahwa kamu tidak sendirian, ada aku yang selalu menunggu kabarmu, tapi kamu tak pernah menggubris, kamu tetap diam di sana. Meratapi patah hati di masa lalu, sementara aku ikut pedih menyaksikan itu.

Mungkin kamu bersikap bahagia melihat masa lalumu itu sudah bahagia dengan orang lain, tapi aku di sini menangis menyaksikan orang yang aku sayangi pura-pura bahagia seperti itu. Kamu kenapa, sih? Jangan melukai hatiku dengan seperti ini, sayang. Jangan berikan aku luka karena kamu masih bersedih mengenang masa lalu. Bukan aku bermaksud untuk menggantikan posisinya, karena aku tahu diri aku tak mungkin bisa melakukan itu. Dia pasti punya ruang yang khusus di dalam kehidupanmu yaitu masa lalu kamu, dan aku sungguh tidak bisa pergi ke sana untuk menggantikannya.

Tolong, jangan melukai hatiku dengan seperti ini. Jika ingin membuat aku pergi jauh dari kehidupanmu, lukai saja aku, dengan makian, hinaan, penolakan atau apa pun yang membuatku sakit hati karenamu. Tapi jangan membuat aku bingung seperti ini. Ingin kesal tapi kamu tidak pernah membuat kesalahan apa pun selama ini padaku. Aku menangis setiap malam saat mengingatmu, aku merindukan kamu, hatiku terasa perih karena merindukan kamu, bukan karena benci atau marah padamu. Aku menangis karena aku sangat merindukanmu.

Jadi, kamu kenapa sih, sayaaaang? Sini, pulang. Aku kangen sama kamu.


Hari-hari berikutnya aku tetap seperti ini. Aku tidak mendapatkan kabar apa pun darinya walaupun temanku sudah memberikan surat itu padanya. Suratnya pun dibaca olehnya di depan temanku. Tapi seseorang itu, entah apa yang ada dipikirannya, dia tetap diam seribu bahasa. Aku dibuat menangis lagi setiap malam, setiap mengingatnya.

Mungkin ini yang dirasakan Cinta kepada Rangga. Aku baru merasakan betapa menderitanya disiksa rindu tanpa kabar apa pun dari seseorang yang disayang. Pantas saja di film seri kedua Ada Apa Dengan Cinta?  Saat Cinta dan Rangga bertemu di sebuah cafe, Cinta sampai mengatakan apa yang telah Rangga lakukan padanya adalah jahat. Sebab, sikap diam Rangga adalah penyiksaan halus bagi Cinta.

Ini bukan tentang kekerasan fisik yang bisa disembuhkan oleh obat merah. Tapi ini tentang luka di dalam hati yang hanya bisa disembuhkan apabila keduanya sudah mengerti dan memaklumi satu sama lain, tentang sebuah kesalahan yang tak disengaja mungkin bisa dimaafkan. Tapi bagaimana pun perasaan tak bisa diatur, ia akan luluh pada seseorang yang bisa menaklukkan logikanya. Dan selama ini perasaanku tak bisa diatur, logikaku luluh oleh perkataannya, oleh sikapnya, juga hatinya yang baik.

Mengapa laki-laki itu tak pernah bisa melukai orang dengan baik, sih? Mengapa dia begitu jahat?

"Sayang, tak perlu terima kasih atas segala perasaanku selama ini padamu, juga tak perlu meminta maaf atas kesalahan yang tak disengaja. Sebab, ketulusan tak perlu kedua itu, aku merindukanmu, aku menyayangimu," ucapku seorang diri, berharap angin menyampaikan semua perasaanku itu padanya.

Selesai.

Penulis : Poni Rahayu

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama