(Logo Aliansi Mahasiswa IAIN Cirebon/whatsapp)

Situasi pandemi virus Covid-19 saat ini menimbulkan dampak di semua lini kehidupan. Dampak yang paling terasa tentu saja di bidang ekonomi di mana banyak pekerja yang kesulitan memperoleh pekerjaan sampai mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) bahkan pendapatan yang menurun. Sebagian besar mahasiswa, terutama yang menempuh jenjang S1 masih bergantung pada sokongan dana dari orangtua atau kerabatnya. Oleh karena itu, saat ini walaupun secara tidak langsung, pandemi Covid-19 berdampak pula pada mahasiswa. Beberapa waktu belakangan, media banyak memberitakan unjuk rasa yang dilakukan oleh mahasiswa di beberapa perguruan tinggi menuntut pembebasan biaya kuliah mereka, atau disebut Uang Kuliah Tunggal (UKT).

Mahasiswa menuntut keadilan dari pihak kampus agar memperhatikan kondisi ekonomi keluarga mereka yang menurun sehingga mereka terancam tidak dapat melanjutkan kuliah sampai tuntas. Pemberitaan mengenai usaha mahasiswa untuk memperjuangkan pembebasan UKT hampir diadakan di setiap kampus. Mahasiswa melakukan berbagai cara untuk bernegosiasi dengan pihak kampus, mulai dari melakukan petisi, mengumpulkan data dan dukungan melalui penyebaran kuesioner, sampai melakukan aksi dan rapat bersama dengan pihak rektorat dari kampus.

Pada tanggal 30 Juni 2020, puluhan mahasiswa IAIN Syekh Nurjati Cirebon melakukan aksi di depan gedung rektorat IAIN Syekh Nurjati Cirebon dengan beberapa tuntutan sebagai berikut :

    1. Mendesak Rektor untuk transparansi anggaran kampus (KKN-DR, Pengeluaran semester genap, Transparansi UKT).

       2.  Menciptakan SOP Pembelajaran Daring.

       3. Merealisasikan subsidi kuota selama 3 Bulan.

       4. Mengadakan sistem banding UKT yang dilakukan sebanyak 3x dalam satu semester.

       5. Memberikan pemotongan UKT sebesar 50% untuk mahasiswa semester akhir.

       6. Menolak SK Rektor terkait pemotongan UKT 10%.

       7. Memberikan pemotongan UKT sebesar 30% tanpa syarat untuk seluruh mahasiswa (Non-beasiswa).

            Namun, tuntutan tersebut tidak dipenuhi oleh pihak birokrasi kampus, kampus kita tetap bebal dan tuli tidak mengindahkan suara dan aspirasi dari para mahasiswa.

Pertama, sampai saat ini, kampus tidak memberikan kami data mengenai transparansi anggaran kampus (KKN-DR, Pengeluaran semester genap, Transparansi UKT). Alih-alih itu adalah dokumen rahasia yang tidak boleh diberikan secara langsung kepada mahasiswa. Padahal jika mengacu pada PMA No. 36 Tahun 2014 Statuta Kampus, pada bagiaan Keempat tentang kekayaan, pada pasal 110 ayat (2) yang berbunyi “ Pengelolaan kekayaan Institut sebagaimana dimaksud pada ayat (!) dikelola secara otonom, wajar, tertib, efisien, efektif, transparan, akuntabel, dan taat pada perundang-undangan”

Kedua, mengenai realisasi kuota yang diberikan oleh kampus untuk semester lalu hanya diberikan sebanyak 5GB saja, dengan prosedural yang sangat memberatkan mahasiswa. Pasalnya kampus menerapkan pemberian subsidi kuota dengan mendapatkan dalam bentuk kartu perdana dari provider dan mengambilnya secara langsung dengan mendatangi kampus. Bagi mahasiswa yang berada di luar kota, ketentuan ini dirasa memberatkan. Karena subsidi kuota yang diberikan tidak sebanding dengan ongkos yang dikeluarkan oleh mahasiswa dari luar kota untuk mengunjungi kampus.

Belum lagi, belum ada keputusan yang jelas mengenai pemberian susidi kuota yang akan diberikan umtuk semester ganjil mendatang. 

Ketiga, pemberian subsidi pulsa untuk mahasiswa semester 6 yang sedang melaksanakan KKN-DR tidak sesuai dengan perjanjian awal. Pihak LPPM awalnya mengatakan bahwa pemberian subsidi kuota untuk KKN-DR akan diberikan sebesar RP. 40.000,- namun yang diterima oleh mahasiswa yang sedang melaksanakan KKN-DR hanya sebesar Rp. 30.000,-. Maka, dengan ini kami ingin mempertanyak perihal transparansi anggaran untuk biaya KKN-DR.

Keempat, Rektorat sama sekali memiliki itikad serius untuk memperjelas sistem banding UKT yang dilakukan tiga kali dalam satu semester.

Kelima, alih-alih membuka ruang audiensi mahasiswa untuk menindaklanjuti tuntutan pmotongan UKT 30% tanpa syarat, rektorat menerapkan kebijakan tanpa melibatkan mahasiswa, dengan menerbitkan surat edaran pemotongan 15% dengan perpanjangan waktu yang singkat, yaitu sampai dengan 14 Agustus 2020.

Kebijakan ini kami rasa belum tepat, dengan adanya kebijakan keringanan UKT 2020/2021 atas tindak lanjut Keputusan Menteri Agama nomor 515 tahun 2020 tentang Keringanan UKT pada Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri atas Dampak Wabah Covid-19. Meksi ada niat baik dengan keluarnya surat pemberitahuan keringanan UKT. Tapi substansinya hanya basa-basi.

Pasalnya, beberapa syaratnya begitu memberatkan mahasiswa. Pada tanggal 02 sampai 16 Juni 2020, Aliansi Mahasiswa IAIN Cirebon, bagian Tim Survei UKT melakukan penelitian yang menyasar 4553 mahasiswa. Ada beberapa temuan yang menyesakkan dada kita semua. Sebanyak 71% penghasilan mahasiswa menurun, 15% penghasilannya tetap, 11% tidak ada penghasilan 2% merugi dan 1% meningkat. Data kondisi ekonomi mahasiswa di masa pandemi covid-19, ekonomi yang rentan berada di kisaran 83% (menurun, tidak ada pemasukan dan merugi). Sekalipun penghasilannya tetap dan meningkat, bukan berarti pengeluarannya tidak sedikit. Lebih-lebih di masa kuliah di rumah, segala kebutuhan dan penunjang kuliah daring dibiayai sendiri oleh mahasiswa. Dengan kondisi ekonomi mahasiswa yang begitu memprihatinkan, seseorang yang tidak mempunyai nurani saja yang tidak berempati dan bersimpati.

Status pekerjaan orang yang membiayai mahasiswa di masa pandemi covid-19, tak kalah menyayat hati. Hanya sebesar 57% yang masih berdagang dan bekerja, 24% dirumahkan dan 15% lainnya, 3% gulung tikar dan 1% di PHK. Hal ini menggambarkan apa yang telah diprediksi oleh Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional. Di mana status pekerjaan orang yang membiayai ini hanya setengah lebih, yang masih bekerja. Angka 57% juga akan berubah seiring berjalannya waktu, jika kita melihat bagaimana covid-19 di Indonesia belum menurun, malah naik signifikan pasca diberlakukannya New Normal.Perihal penghasilan orang yang membiayai mahasiswa di tengah covid-19. Sebesar 63% mahasiswa yang berpenghasilan 1 juta ke bawah. 21% penghasilannya 1-2 juta, 10% penghasilannya 3-4 juta dan 6% penghasilannya dibawah 5 juta. Penghasilan yang didapat semakin mengecil, tapi kebutuhan sehari-hari semakin membesar karena kebutuhan yang meski dipenuhi : tidak turunnya UKT dan lain sebagainya.

Maka sudah semestinya kampus memberikan pemotongan UKT bagi semua mahasiswa (non-beasiswa), karena hampir semua orang tua mahasiswa terdampak penurunan pendapatan ekonomi selama masa pandemi ini.


(Ari/Fatsoen)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama