Ilustrasi PSBB (Dok. Internet)

P

embatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menjadi salah satu upaya pemerintah untuk mengurangi kasus penyebaran covid-19 di Indonesia. Meskipun sempat dilonggarkan dengan adanya isu new normal, namun PSBB kembali diadakan di beberapa kota besar khususnya yang termasuk ke dalam zona merah. Jika dilihat dari efek setelah diadakan PSBB, apakah benar PSBB di Indonesia sudah efektif untuk mengurangi kasus covid-19 di Indonesia ?

Melihat wabah ini sudah merebak hingga ke seluruh daerah di Indonesia, tingkat kewasapadaan pun kian meningkat, seiring dengan di gencarkan berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah. Mulai dari physical distancing, social distancing, hingga adanya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) .

Salah satu upaya yang di pilih oleh pemerintah adalah pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau sering kita dengar dengan istilah PSBB.

PSBB merupakan suatu pembatasan kegiatan tertentu terhadap penduduk dalam suatu wilayah, dimana wilayah tersebut sedang terjadi sebuah wabah. Hal ini dilakukan sebagai upaya pencegahaan terjadinya penyebaran virus atau wabah yang semakin meluas. Di Indonesia sendiri, PSBB merupakan peraturan yang diterbitkan langsung oleh Kementrian Kesehatan untuk mencegah covid-19, aturan ini juga sudah tercatat di dalam peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 tahun 2020.

Dalam masa PSBB sejumlah kegiatan yang melibatkan publik harus terpaksa dibatasi, seperti : pembatasan dari sektor pendidikan diubah menjadi daring, instansi atau perkantoran yang dilakukan dari rumah (work from home), kegiatan industri pabrik, kegiatan sosial-ekonomi, kegiatan keagamaan, hingga pembatasan transportasi umum dilakukan demi mengurangi terjadinya kasus penyebaran covid-19.

Namun ada pengecualian pembatasan tempat atau fasilitas umum, seperti tempat kebutuhan pokok (pasar, supermarket), toko obat-obatan dan peralatan medis, dan tempat bahan bakar (pom bensin), tetap boleh dibuka dengan menerapkan beberapa protokol kesehatan (menggunakan masker, cuci tangan dan jaga jarak).

Adanya pembatasan tersebut tentu memiliki dampak tersendiri untuk masyarakat, mengingat aturan di dalamnya sangat berpengaruh pada kegiatan sehari-hari.

 

Mengukur Tingkat Efektivitas PSBB

Jika dilihat dari seberapa efektifnya pelaksanaan PSBB di Indonesia, maka kita dapat mengukur dari dua faktor berikut.

Pertama, peran pemerintah selaku pembuat kebijakan. Apakah semua kebijakan yang dibuat sudah sesuai, tegas dan telah tersampaikan dengan jelas kepada seluruh masyarakat ? Apakah pemerintah juga bisa memberikan solusi yang tepat dari dampak yang di alami oleh masyarakat akibat adanya pandemi covid-19 ?

Pemerintahan harus terus berupaya untuk memastikan hajat hidup masyarakatnya, agar ketersediaan  kebutuhan dasar tetap terjamin selama pelaksanaan PSBB.

Dalam hal ini, menurut saya pemerintah daerah sudah memberikan kebijakan yang cukup tepat dengan pemberian bantuan kepada masyarakat berupa sembako maupun uang tunai. Bantuan ini juga sudah tepat sasaran karena diberikan langsung kepada masyarakat yang kurang mampu, pekerja buruh dengan gaji dibawah 5 juta, hingga bantuan kepada siswa-mahasiswa, bantuan ini berupa BLT (bantuan langsung tunai) dan beasiswa. Tindakan semacam ini tentu sangat membantu mengurangi tingkat kecemasan masyarakat terhadap dampak yang mereka hadapi.

Selanjutnya, dari segi kebijakan aturan yang dibuat menurut saya masih sedikit kurang dalam ketegasannya. Dalam sebuah berita saya pernah melihat adanya sanksi yang akan di berikan kepada masyarakat jika  melanggar  aturan protokol kesehatan, namun faktanya dalam lapangan masih banyak kelalaian pemerintah dalam menindaklanjuti pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat tersebut.

Kedua, peran masyarakat sebagai pelaksana aturan, kunci utamanya adalah kemampuan masyarakat untuk beradaptasi dengan pola PSBB. Mungkin hal inilah yang masih menjadi persoalan utama dari semua daerah yang melaksanakan PSBB. Karena makna dari pembatasan sosial berarti seluruh aktivitas masyarakat sudah tentu akan dibatasi.

Namun pada faktanya, masyarakat kita seolah tidak siap, bahkan banyak masyarakat yang masih bersikap masa bodoh dengan aturan yang telah dibuat. Hal ini tentu dipengaruhi oleh  karakteristik sosial masyarakat kita yang cenderung kurang disiplin.

Masyarakat sudah terbiasa hidup seenaknya dan terkesan sulit diatur. Di sisi lain, penegakan hukum atas pelanggaran PSBB juga masih sangat longgar atau kurang tegas. Sehingga masih sering terjadi pelanggaran yang dilakukan, ini tentu berkaitan erat dengan karakteristik kehidupan sosial masyarakat kita. Sehingga dalam melakukan kebiasan baru dianggap hal yang amat sulit oleh sebagian masyarakat, apalagi hal tersebut banyak yang menganggap terkesan ribet, beberapa celotehan yang sering saya dengar seperti sumpek (kalo harus pake masker).

 

Jadi apakah benar efektif ?

Jika kedua hal ini masih belum menujukkan sikap keterkaitan satu sama lain, menurut saya adanya efektivitas PSBB hanya menjadi angan semata.

Hal ini di latar belakangi oleh beberapa alasan, seperti keterlambatan sikap pemerintah dalam mengatasi masalah covid-19 hingga ketidaksiapan masyarakat dalam menjalani aturan baru yang sudah dibuat.

Adanya PSBB tentu harus dibarengi dengan keadaan masyarakat yang siap dan  sadar akan adanya peraturan, jika hal tersebut bisa dilakukan maka proses pemutusan rantai penyebaran covid-19 pun bisa segera teratasi. Dibutuhkan sinkronisasi yang tepat antara gerakan pemerintah dan ketaatan masyarakat. Sebab, jika hanya berjalan tanpa adanya dukungan satu sama lain,  maka aturan yang sudah susah payah dibuat akan berakhir sia-sia. Jangan sampai usaha yang sudah kita upayakan bersama tidak mendapat hasil apapun, mari bersama-sama mendukung upaya pemerintah dalam memutus rantai covid-19.

Saran saya, untuk suatu daerah yang akan menerapkan kebijakan PSBB, sebaiknya dilakukan pengkajian yang lebih komprehensif dengan pertimbangan yang mendalam terkait kesiapan pemerintah dan kemampuan masyarakat dalam menerima pola aturan yang ada dalam PSBB. Sehingga apa yang menjadi tujuan bisa tercapai dengan cepat,tepat dan akurat.

*) Eva Juniartika H, Mahasiswi KPI, IAIN Syekh Nurjati Cirebon

1 Komentar

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama