Illustrator: LPM FatsOeN/Myla Lestari dan Denisa Nazwa Alaida

Kali ini saya ingin menanggapi tulisan dari salah satu teman mahasiswa yang termasuk atau menjadi anggota LPM (Lembaga Pers Mahasiswa) FatsOeN IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Tulisannya itu berjudul seperti di atas dan menarasikan tentang sekelumit hal yang berkenaan dengan fenomena keribetan teman-teman mahasiswa saat melakukan pengajuan keringanan UKT (Uang Kuliah Tunggal) di kampus. 

Sebetulnya, tulisan yang memuat tanggapan ini bukan dimaksudkan secara langsung mengkritisi tulisannya Teh Dea, tetapi, tulisan ini lebih dimaksudkan untuk merinci fokus yang sedianya dijadikan perhatian utama oleh teman-teman mahasiswa, termasuk oleh Teh Dea sendiri. Jadi, menanggapi hal itu, saya sendiri berpandangan begini.

Seharusnya arah pemikiran atau penalaran teman-teman mahasiswa sudah bukan di lingkup situ saja, melainkan harus sudah lebih jauh ke lingkup pemberi solusi bukan hanya pendorong atau penyambung fasilitas solusi yang diadakan oleh pihak-pihak terkait (Kementrian, Pemerintah, dan lain-lain). 

Seharusnya, dalam hal ini, para mahasiswa terkhusus yang mempunyai kepentingan atau kedudukan di organisasi-organisasi kampus (DEMA, SEMA, Himpunan Mahasiswa Jurusan, ORMAWA, UKM, UKK, dan lain-lain) sudah mulai berpikir dan bernalar ke arah memberdayakan teman-teman mahasiswanya (supaya bisa mandiri secara keuangan), memberikan kontribusi berupa materi atau bantuan secara langsung untuk meringankan pembiayaan kuliahnya, dan lain-lain. 

Mengadakan inisiatif program wirausaha sekaligus pembinaannya kepada teman-teman mahasiswa, melakukan kerja sama dengan dinas-dinas yang berhubungan di sekitaran Pemerintah, menginisiasi dan menggencarkan program menabung di kalangan mahasiswa dan lain-lain yang inti orientasinya mengarah pada solusi tadi. 

Jadi, saat ini, itulah fokus yang semestinya di jadikan bahan bahasan dan perhatian oleh teman-teman mahasiswa, Teh Dea sendiri dan lainnya. Saat ini bukan saatnya fokus menelisik siapa yang salah dan siapa yang mesti disalahkan dalam keribetan tersebut (yang menyangkut proses pengajuan keringanan UKT). Saat ini kita mesti fokus ke arah pencarian solusi ini. 

Bagaimana nih cara kita ngebantu teman-teman yang kesulitan membiayai UKT, apa nih yang mesti kita adain untuk mendukung langkah dalam membantu mereka, siapa aja nih yang nantinya bakal kita ajak kerja sama untuk memudahkan langkah kita dalam perencanaan pembantuan ini. Itu teman-teman. 

Sebetulnya saya tidak menyalahkan ataupun menganggap bahwa langkah teman-teman mahasiswa yang telah melakukan upaya dorongan melalui jalur persuasi, negosiasi dan sejenisnya agar UKT bisa di turunkan dan lainnya. Tidak sama sekali. Saya malah mengapresiasi. Karena bagaimana pun itu memang membantu sekali teman-teman mahasiswa yang membutuhkan (kesulitan), termasuk saya. 

Di sini saya hanya ingin mendorong supaya langkah-langkah teman-teman itu dimaksimalkan. Artinya, seperti yang sudah saya katakan di awal, bukan hanya menjadi penyambung fasilitas saja, melainkan harus menjadi penyedia fasilitas juga. Kita yang ngadain program, kita yang ngadain kerja sama, kita yang ngadain pemberdayaan dan kita yang ngebantu.

Memang, mungkin penerapan langkah ke arah sini itu cukup sulit dan membutuhkan keberanian, tetapi, saya sendiri berkeyakinan bahwa sejatinya itu bisa dilakukan. Saya yakin para pemangku kepentingan di mahasiswa (anggota-anggota organisasi DEMA, SEMA, UKM, UKK, Himpunan Mahasiswa Jurusan, dst) punya kredibilitas tinggi dan progres yang bagus. Sehingga, saya rasa ini pasti bisa di terapkan. 

Tidak perlu muluk-muluk dengan bernafsu ingin membantu semuanya, minimal beberapa orang saja, itupun bantuannya juga sama, tidak perlu yang di luar jangkauan. Yang penting, langkah dari kitanya (sebagai mahasiswa) itu ada. Tidak kosong atau hanya mengandalkan cara-cara lama saja. Karena saya pikir itu akan lebih mengkomprehensifkan atau memaksimalkan langkah, sikap atau tindakan kita menjadi mahasiswa sejati. Mahasiswa yang betul-betul mempunyai paradigma perubahan, mempunyai orientasi kepedulian, solutif, kreatif, inovatif dan lain-lain.

Wallahu a'lam


Penulis: Ega Adriansyah (Mahasiswa Semester 2, Jurusan Ekonomi Syariah, IAIN Syekh Nurjati Cirebon)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama