Ilustrasi: Zakariya Rabani/LPM FatsOeN

Stadion Kanjuruhan, Malang, membara. Kerusuhan pertandingan sepak bola antara Arema FC versus Persebaya sampai mengorbankan 125 jiwa. Data tersebut saya dapat dari akun Instagram @bolalobfootball (04/10/2022). Semuanya mati sia-sia, termasuk 2 orang anggota Polisi. Lalu, siapa yang bertanggungjawab?

Di tingkat resiko sepak bola indonesia, hanya ada dua pasang klub yang bisa diibaratkan sebagai “Rival Abadi” dan termasuk dalam kategori high risk level:

1. Persija – Persib

2. Arema – Persebaya

Karena masuk kategori HRL (High risk level), seharusnya sudah ada antisipasi yang lebih ketat dari awal.

Dilansir dari situs berita online Goal.com, Seganas-ganasnya Piala Coronation yang diselenggarakan untuk penghormatan terhadap Raja Alonso XIII, dan menjadi cikal bakal lahirnya Copa Del Rey Spanyol, yang akhirnya menjadi sejarah lahirnya rivalitas abadi “El-Classico” antara Real Madrid dengan Barcelona tetap tidak separah yang terjadi di Indonesia, khususnya berkaca pada kasus di Stadion Kanjuruhan yang memakan 125 korban jiwa.

Jika kita menilik data kematian di atas, kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang, seperti yang diberitakan media online Tempo tercatat bahwa, angka kematian suporter di Kanjuruhan menempati posisi tiga besar dalam daftar sejarah korban sepak bola dunia, di bawah tragedi Estadio Nacional, Lima, Peru; yang mempertemukan antara Peru versus Argentina pada tahun 1964, mengakibatkan 328 orang merenggut nyawa. Dan di bawah tragedi tahun 2001 yang terjadi di Accra, Ghana; menewaskan 126 jiwa .

Sepak bola seakan-akan sudah bermetamorfosis menjadi agama yang harus dijunjung tinggi antara jiwa dan raga. Pembelaan suporter terhadap klub kesayangannya, sudah “gila-gilaan” seolah dianggap mempertaruhkan harga diri, nama baik, harkat, derajat, kehormatan, hingga mengorbankan hidup dan matinya untuk klub. Sampai seperti itu? Yang benar saja!.

Sepak bola bisa berjalan kembali, sorak sorai di pinggir lapangan dan gegap gempita dari berbagai penjuru kota akan dihidupkan kembali, segala kemewahan dari pertandingan sepak bola tidak akan selamanya berhenti. Tetapi, bagaimana perasaan keluarga korban, terutama orang tuanya?

Kesedihan teramat mendalam. Luka yang menyayat hati.

Terus terang, saya merasakan duka mereka. Mereka pasti hancur secara mental, fisiknya pasti lunglai.

Apa yang menjadi penyebab dasar kejadian di kanjuruhan harus dievaluasi total, harus ada reformasi fundamental terhadap dunia sepak bola, dirunut dari sebelum tragedi terjadi, bila perlu sepak bola kita diliburkan sampai masalah ini selesai, dan ditemukan formula terbaik untuk masa depan sepak bola Indonesia.

Juga, diliburkan sampai kondusif; sampai seluruh penikmat sepak bola memiliki kesadaran yang tinggi bahwa kompetisi itu harus disertai tindakan sportifitas. Ingat, Tuan dan Puan, ini untuk seluruh penikmat sepak bola, seluruh elemen masyarakat, bukan hanya suporter klub saja.

Terakhir, saya turut berdukacita atas apa yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang. Semoga semua korban mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya, dan keluarga yang ditinggalkan selalu diberi ketabahan. Al-fatihah.

Semoga hal seperti ini tidak pernah terjadi lagi.

Salam olahraga!.

Penulis: Burhan/FatsOeN

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama