(Sumber Gambar: canva.com)

"Di mana letaknya ilmu seorang guru bila gurunya kencing berdiri? Sepatutnya para muridnya kencingi saja guru tersebut."

Sebenarnya nada kalimat ini terucap secara kontekstual dan tidak menyindir secara tekstual tidak berbasis pada teks— oleh penulis. Sebenarnya penulis merasa geram ketika melihat sebaran berita-berita yang tengah exist belakangan ini. Ihwal peranan guru spiritual dari pondok pesantren yang melakukan tindakan asusila kepada murid-muridnya.

Plesetan adagium* (=peribahasa) "Guru kencing berdiri, Murid kencingi guru" merupakan kata-kata yang pantas bagi penulis dan netizen untuk sumpah-serapahkan kepada guru ataupun dosen yang memanfaatkan kekuasaannya untuk memenuhi syahwat nafsu seksualnya kepada anak asuhnya seperti itu.

Anggapan terhadap seorang ustaz, apalagi seorang kiai bila dipahami secara pandangan umum masyarakat merupakan seseorang yang pandai mengajarkan tentang ke-religiusitas-an atau ilmu spiritualitas; moral dan adab; hingga pengajaran terhadap esensi kehidupan. Kok?, ini malah bisa-bisanya melakukan aksi tipu bejat terhadap murid-murid yang diampunya.

Dilansir dari CNN Indonesia (10/12) dan juga IDNTimes (10/12) Kementerian Agama RI (Kemenag RI) telah mencabut izin operasional Pesantren Manarul Huda Antapani, (Bandung, Jawa Barat) usai pengasuh pondoknya yang bernama Herry Wirawan (tidak perlu lagi kita inisialkan) melakukan tindakan asusila kepada ke-12 santriwatinya hingga hamil dan juga melahirkan.

Diberitakan juga bahwa sejumlah delapan orang santriwatinya itu telah melahirkan dan juga ada yang masih mengandung.

"Pengadilan Negeri (PN) Bandung. Kasipenkum Kejati Jawa Barat, Dodi Gazali Emil mengatakan, berdasarkan data yang ia terima, korban dari rudapaksa Herry Wirawan berjumlah 12 orang. Sedangkan, dari jumlah itu ada yang dikabarkan tengah dalam kondisi mengandung."

"Guru kencing berdiri, murid kencingi guru" adalah kalimat satire yang penulis diktekan kepada oknum guru bejat tersebut. Bila ditelisik secara maknawinya, isyarat ini mengarah pada guru (pengajar) yang melakukan perbuatan yang tidak senonoh/tidak baik. Juga sudah seharusnya bagi para murid mengambil pelajaran untuk tidak mengikuti perbuatan guru tersebut serta mengutuknya agar tidak diteruskan kepada generasi murid selanjutnya.

Penulis, yang juga merupakan seorang mahasiswa, berpendapat bahwa mahasiswa juga haruslah menerapkan etika seorang insan yang akademis sesuai titelnya sebagaimana seorang pembelajar. Adapun ketika kita mengetahui hal bejat atau kegiatan kriminal yang ada di lingkungan kampus maupun di sekitar kita, kita sudah seharusnya melakukan tindakan dan juga merumuskan aksi untuk melindungi, melawan, dan mendampingi korban agar mereka merdeka dan mendapatkan hak-haknya.

Berikut pula penulis sampaikan kepada para pembaca mengenai Contact Person atau Narahubung dari Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) di Ranah Kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Jikalau pembaca menemukan kasus mengenai kekerasan seksual di ranah kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon, pembaca dapat melapor kepada pihak PSGA IAIN SNJ Cirebon.

Jangan takut untuk melaporkan dan bercerita terkait kasus-kasus tersebut kepada pihak PSGA IAIN SNJ Cirebon. Tentunya akan ada perlindungan yang menjamin korban ataupun pelapor terkait hal tersebut. Korban ataupun pelapor akan diberikan bantuan dan bimbingan; baik itu secara mental, finansial serta hukum dan juga akan diberikan perlindungan oleh pihak PSGA tersebut.

Teman-teman mahasiswa/i bisa menghubungi PSGA melalui tautan berikut.
Naila Farah  : wa.me/6283157152896
Wardah        : wa.me/628119408667

Atau kalian juga bisa mengakses kontak PSGA melalui tautan di bawah ini.

SELAMAT HARI HAK ASASI MANUSIA 2021
10 Desember 2021


Penulis: Aji Harka

1 Komentar

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama