(sumber gambar: Liputan6)

Menonton film di layar lebar atau bioskop tentunya primadona sebagai tempat rekreasi, mencari hiburan melepas sejenak beban pekerjaan atau tugas-tugas yang terus datang menghampiri. Ada juga yang tujuannya ingin menikmati film yang sudah lama dinantikan tayang di bioskop, dengan pemeran aktor yang diidolakan. Namun, ketika kita berencana menonton film di bioskop harus memperhatikan aturan-aturan yang berlaku agar tidak mengganggu penonton di sekitar, serta terciptanya rasa nyaman serta kondusif saat berlangsungnya penayangan film.

Salah satu aturan yang harus menjadi perhatian bagi kita semua adalah tidak boleh melakukan pembajakan atau merekam tayangan film (illegal recording) dalam bentuk apa pun baik berupa gambar atau video singkat, hal tersebut sudah terpampang jelas di layar bioskop sebelum film diputar. Dalam hal ini pembajakan yang dimaksud, yakni merekam video (illegal recording) dengan latar belakang film, lalu mengunggahnya di akun media sosial pribadi. Sehingga berpengaruh terhadap penuruan jumlah penonton dan tentunya berdampak pada terhadap pemenuhan hak ekonomi atas ciptaan yang mereka miliki. Entah apa alasan tujuan melakukan hal demikian, yang jelas tindakan tersebut berlebihan apabila dianggap keren dan eksis. Dan sudah termasuk kategori pelanggaran hak cipta yang bisa dikenai sanksi pidana penjara dan membayar denda bagi yang melanggarnya.

Tentu hal tersebut jangan sampai dilakukan karena akan merugikan diri sendiri dan membuat keluarga terdekat kita menanggung malu. Sudah banyak contoh kasus yang terjadi pada pelanggaran hak cipta yang dilakukan masyarakat, bahkan artis papan atas sekalipun pernah melakukan hal serupa yang membuat dirinya diterpa kecaman dari netizen. Dalam alur prosedur hukum jika pelaku terbukti merekam atau memotret film, akan terlebih dahulu ditegur oleh petugas bioskop, hingga menyita perangkat perekam bila tetap bandel melakukannya. Lalu, oleh pihak bioskop akan melaporkan kepada pemilik hak cipta atau pemilik karya sinematografi untuk ditindaklanjuti. Berdasarkan Pasal 43 huruf (d) UUHC, apabila pemegang hak cipta merasa keberatan yang ditunjukkan dengan jumpa pers keberatan atau surat panggilan baik lisan maupun tertulis, kepada pihak yang mengunggah cuplikan film tersebut walaupun tidak digugat ke pengadilan. Maka perbuatan tersebut termasuk sebagai pelanggaran hak cipta.

Hak Cipta sendiri berdasarkan UU No. 28 Tahun 2014 pasal 9 ayat (1) huruf b, salah satu hak ekonomi pencipta atau pemegang hak cipta adalah “penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya”. Dengan begitu sudah mutlak yang bukan pemilik hak cipta atau pemilik karya sinematografi dilarang merekam film yang sedang diputar dalam bioskop untuk kepentingan komersial. Sanksinya dengan tegas diatur dalam pasal 113 ayat (3) yang berbunyi “Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”, dan selanjutnnya diatur pada pasal 113 ayat (4) yang berbunyi “Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

Tidak hanya itu, pelanggaran atau pembajakan secara online (melalui aplikasi atau media sosial) juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Pada Pasal 32 ayat (1) diatur bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu informasi elektronik atau dokumen elektronik milik orang lain atau milik publik dipidana penjara paling lama 8 tahun dan denda paling banyak Rp2.000.000.000 (dua miliar rupiah). Pada ayat selanjutnya menjelaskan bahwa tindakan perekaman sekaligus pendistribusian juga terancam pidana penjara paling lama 9 tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000 (tiga miliar rupiah).

Dalam hal ini kedua Undang-Undang tersebut menitikberatkan bahwasanya apa pun bentuk karya cipta yang dikomersialkan akan mendapatkan sanksi atas pelanggarannya. Namun, bukan berarti yang bertujuannya untuk eksistensi diri tidak mendapat sanksi, tetap mendapat sanksi sebagai tindakan melanggar hak cipta yang sudah dipaparkan tadi. Sanksi sering dikenakan kepada pengunggah jika konten yang diunggahnya terbukti menyebabkan penurunan jumlah penonton film di bioskop. Pemegang hak cipta film, yaitu produser dapat mengajukan gugatan perdata untuk menuntut ganti rugi atas penurunan jumlah penonton, hal ini sering dilaporkan ke polisi sebagai tindakan pembajakan untuk penyiaran secara luas (tanpa izin dari pemegang hak cipta). Dengan begitu, dalam kasus pengunggahan cuplikan film yang dianggap pembajakan, para pelakunya kerap dikenai sanksi pidana.

Karena telah berlakunya kedua Undang-Undang tersebut, maka peraturan-peraturan yang terkandung di dalamnya bersifat mengikat dan harus ditaati oleh semua warga negara Indonesia. Peningkatan kesadaran hukum menjadi aspek penting dalam proses penegakan hukum (law enforcement). Tanpa adanya kesadaran yang baik dari masyarakat akan mengakibatkan ketidakpastian hukum meskipun telah tercantum dalam perundang-undangan. Perlu disadari juga bahwa Undang-Undang di atas merupakan upaya dari negara untuk melindungi hak ekonomi dan hak moral Pencipta, serta pemilik hak ekslusif sebagai unsur penting dalam pembangunan kreativitas nasional. Bagi produser membuat film itu bukan tujuan utamanya untuk mencari keutungan semata. Tetapi, adalah karya mereka bisa ditonton, dinikmati, dan diapresiasi oleh publik. Dengan cara membeli tiket, lalu menontonlah dengan tenang dan tidak merekam serta menyebarluaskannya secara ilegal.

Dengan demikian, diharapkan pemerintah lebih gencar lagi dalam sosialisasi akan pentingnya menghargai karya cipta seseorang kepada masyarakat. Dan harus bertindak tegas dalam menghukumi pelaku yang terlibat dalam kasus pelanggaran hak cipta di Indonesia. Sehingga masyarakat sadar betul akan pentingnya kesadaran menghargai karya seseorang.

Penulis: Fadlih Abdul Hakim

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama