Apakah semua manusia harus membuang nalurinya untuk menjadi manusiawi?

Pertanyaan dasar inilah yang dilontarkan oleh Lee Byeong Chan seorang guru sains di sekolah SMA Hyoeson sebelum ia menjadi zombie karena terkena virus yang diciptakan oleh dirinya sendiri, All of  Us Are Dead, sebuah serial drama Korea bergenre horor yang menceritakan tentang sebuah virus yang berasal dari tikus percobaan yang mengigit jari manusia yang menyebabkan ia kejang-kejang, hilang kesadaran dan berubah menjadi zombie.

Tidak seperti serial atau film bertema zombie lainnya, All of Us Are Dead memiliki alur cerita yang kompleks, kita tidak hanya disuguhi oleh adegan kejar-kejar zombie dengan manusia saja seperti di film-film zombie biasanya, walaupun ceritanya hanya berfokus pada sekolompok siswa SMA yang berusaha menyelamatkan diri dari kejaran zombie tetapi disetiap adegannya memiliki makna yang cukup dalam, jika kita perhatikan ada beberapa topik yang diangkat dalam serial ini.

All Of Us Are Dead. Foto: Instagram allofusaredeadkr

Pada saat itu manusia menjadi wujud paling liarnya yaitu memangsa manusia lain, manusia yang tertular virus ini akan hilang kesadaran dan menyerang manusia lain tanpa pandang bulu, Lee Byeong Chan yang membuat virus ini beralasan bahwa dia muak melihat kehidupan manusia yang kuat selalu menindas yang lemah, ia menganggap bahwa ia hidup dalam sistem kekerasan sehingga bagi orang biasa sepertinya tidak bisa melakukan apa-apa. Dalam serial tersebut digambarkan bagaimana anaknya sering dibully di sekolahnya dan ia ingin membuat anaknya menjadi lebih kuat dan berani dengan menyuntikkan cairan, namun naas anaknya malah berubah menjadi zombie yang menyerang ibunya.

Jika kita kaitkan dengan teori Thomas Hobbes yang mengatakan bahwa manusia adalah Homo Homini Lupus artinya manusia adalah serigala bagi manusia lainnya tentu ini sangat relevan, dalam serial tersebut juga digambarkan bagaimana manusia mengeluarkan sisi kehewanannya hanya untuk bertahan hidup, mereka tega mengorbankan manusia lain demi keberlangsungan hidupnya.

Dalam serial yang berjumblah 12 episode ini, penggambaran wabah virus dibuat serealistis mungkin seperti wabah di dunia nyata,  mungkin karena serial ini dibuat semenjak wabah Covid-19 yang menjadi inspirasi dari beberapa scan adegan yang ada dalam serial, mulai dari orang-orang yang denial akan virus, penyebaran hoax, sampai politisi yang mencari popularitas, semuanya digambarkan hampir persis seperti pertama kali Covid-19 melanda.

Di sinilah saya kira kehebatan dari serial yang distrudarai oleh Lee Jae Kyu dan Kim Nan Su, mereka berhasil mengeksekusi bagaimana realita pandemi di dunia nyata ke dalam serial fiksi, sehingga penonton sejenak bisa berefleksi lewat layar kaca bagaimana carut-marutnya penanganan pandemi.

Adegan lain yang menurut saya bagus adalah ketika seorang jendral darurat militer melakukan pengemboman di kota Hyoseon sedangkan di sana masih banyak orang yang masih bisa diselamatkan, namun karena penyebaran wabah ini tidak terkendali dan belum ada obatnya yang akhirnya membuat ia memilih pilihan sulit yaitu memusnahkan semuanya, di sini sangat jelas dilema yang dihadapi oleh sang jendral bagaimana ia memilih untuk mengorbankan minoritas manusia untuk menyelamatkan mayoritas manusia, padahal jelas untuk urusan kemanusiaan sangat sulit jika kita pakai dengan cara kalkulasi, yang akhirnya setelah melaksankan tugas tersebut sang jendral menyesali perbuatannya lalu bunuh diri.

Walaupun serial ini bergenre horor tetapi sang sutradara masih menyelipkan sisi kehidupan remaja, setiap dialognya dibuat seperti dialog anak SMA yang belum dewasa, konflik-konflik kecil, pelecehan seksual, hingga drama percintaan tergambar jelas dalam serial ini, penonton diajak untuk memahami bagaimana permasalahan para anak remaja, orang tua kebanyakan hanya tahu luarnya saja, padahal remaja juga memiliki masalah hidup yang kompleks. Lewat sang ketua kelas, Nam Raa, kita bisa melihat bagaimana tekanan orang tua sangat berpengaruh betul terhadap kehidupan Nam Raa, ia menjadi anti sosial karena hanya ingin mengejar target orang tuanya, padahal di sisi lain hal ini malah membuat dia menjadi sangat kesepian.

Untuk keseluruhan, serial ini bagus dan cocok buat kalian yang suka genre horor, sains fiksi atau bahkan romance, apalagi ditambah dengan efek visualisasinya yang keren seperti film-film Hollywood. Namun, ada beberapa adegan juga yang terasa dibuat bertele-tele, jadi sedikit membuat bosan ketika menontonnya. Serial ini sangat tidak disarankan bagi anda yang tidak suka dengan sesuatu yang bersifat sadis, karena di sini digambarkan dengan sangat jelas seperti keluarnya usus dalam perut, tubuh terpotong, hingga mata yang tertusuk.


Penulis : Fahmi Labibinajib

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama