Ilustrator : LPM FatsOeN/Dea Mariyana

Isu kekerasan seksual hingga detik ini masih menjadi momok menakutkan bagi berbagai kalangan, tak terkecuali mahasiswa. Sebagai insan akademis yang berkecimpung di dunia pendidikan, hal ini tak menjamin mahasiswa mendapatkan ruang atau lingkungan yang aman dari kekerasan seksual. Bahkan pasca diterbitkannya Permendibudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi, hal ini tak menjamin sepenuhnya kasus kekerasan seksual berhenti begitu saja. 

Ibarat gunung es di lautan, kasus kekerasan seksual khususnya di kampus kita tercinta masih banyak yang belum terungkap. Kasus ini tentu perlu menjadi perhatian bagi semua elemen kampus. Hal ini seperti yang termaktub dalam Peraturan Rektor IAIN Syekh Nurjati Cirebon Nomor 3726/In.08/R/PP.00.9/11/20 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual Di Institut Agama Islam Negeri Syekh Nurjati Cirebon bahwasanya penyelenggara pendidikan tinggi keagamaan wajib memberikan perlindungan diri pribadi, kehormatan, martabat, serta hak atas rasa aman bagi masyarakat kampus dari ancaman dan praktik kekerasan seksual. 

Meski begitu, kasus kekerasan seksual masih saja terjadi tanpa mengenal waktu dan korban. Artinya, kasus ini bisa terjadi kapan saja serta menimpa siapa saja. Maka penting bagi kita untuk mengetahui hal apa saja yang harus dilakukan jika kita mengalami kekerasan seksual. 

Namun sebelum melangkah lebih jauh, alangkah baiknya kita mengenal terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan kekerasan seksual. Dalam Peraturan Rektor yang disebutkan di atas, kekerasan seksual adalah segala perbuatan menghina, menyerang, dan/ atau perbuatan lainnya yang dilakukan tehadap tubuh, hasrat seksual, dan/ atau fungsi reproduksi secara paksa atau bertentangan dengan kehendak seseorang serta dalam kondisi seseorang itu tidak mampu memberikan persetujuan dalam keadaan bebas karena adanya ketimpangan relasi kuasa dan/ atau relasi gender yang mengakibatkan penderitaan atau kesengsaraan baik secara fisik, psikis, atau seksual. 

Adapun dalam BAB II Pasal 2 disebutkan bahwasanya diantara bentuk kekerasan seksual ialah pelecehan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan aborsi, perkosaan, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual, serta penyiksaan seksual baik secara fisik maupun verbal. Bentuk kekerasan tersebut meliputi peristiwa kekerasan seksual yang terjadi dalam lingkup relasi personal, relasi kerja, publik, serta situasi khusus lainnya sepanjang masih berada dalam lingkup IAIN Syekh Nurjati Cirebon.

Lalu, langkah apa yang perlu dilakukan jika kita mengalami kekerasan seksual?

Tanamkan bahwa kekerasan terjadi bukan atas kesalahan korban 

Dalam setiap kasus kekerasan seksual, tak sedikit pihak yang pada akhirnya menyudutkan korban bahkan menjadikan korban sebagai pihak yang bersalah. Pemahaman seperti inilah yang seharusnya dihindari karena berimbas pada kondisi psikis korban yang membuatnya menyalahkan dirinya sendiri. Pada kenyataannya, korbanlah yang menjadi pihak yang dirugikan sehingga korban tidak perlu merasa bersalah dan tidak sepatutnya disalahkan.

Perlu dipahami bahwa tidak ada satu orangpun di dunia ini yang ingin menjadi korban dan tidak ada satu orangpun yang berhak untuk melakukan tindak kekerasan seksual. Karena apapun bentuk serta motifnya, segala tindakan kekerasan seksual tidaklah dibenarkan. 

Utamakan keamanan dan keselamatan

Jika kita mengalami kekerasan seksual, hal utama yang perlu dilakukan ialah memastikan keamanan serta keselamatan diri. Segera jauhi tempat kejadian serta mintalah pertolongan terdekat. Jika kekerasan terjadi di lingkungan kampus, maka segeralah meminta bantuan kepada rekan terdekat atau pihak kemanan kampus.  

Simpan bukti terjadinya kekerasan seksual

Ketika situasi sudah aman, segera simpan bukti terjadinya kekerasan seksual, seperti percakapan, foto, rekaman, atau bisa juga saksi yang melihat kejadian tersebut. Bukti tersebut sangat diperlukan guna memperkuat korban ketika proses pemeriksaan. Namun satu hal yang perlu diperhatikan bahwa menyebarluaskan bukti merupakan salah satu tindakan yang kurang terpuji karena berpotensi terjerat undang-Undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik). 

Berusaha tidak menutup diri dan bercerita kepada orang yang dipercaya

Jika mengalami kasus kekerasan seksual, hindari untuk memendam permasalahan yang dialami. Meski berat bagi korban untuk terbuka, namun berdiam diri justru tidak akan menyelesaikan masalah dan akan membuat korban semakin merasa dihantui. Cobalah untuk bersikap terbuka dan menceritakan permasalahan yang terjadi kepada orang yang tepat. Dengan menceritakan masalah, maka orang tersebut setidaknya bisa membantu meringankan beban korban serta mencarikan bantuan dan solusi atas masalah kekerasan seksual yang dialami.

Melapor pada lembaga khusus

Mengingat kasus kekerasan seksual bukanlah kasus yang ringan, maka perlu bagi korban untuk melapor ke pihak atau lembaga khusus yang menangani kekerasan seksual. Salah satu lembaga yang memberikan layananan di kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon ialah Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA). Lembaga tersebut dapat memberikan layanan berupa pendampingan, konseling, serta pemulihan bagi korban. Selain itu, PSGA dapat menjembatani korban untuk memberikan laporan kepada pihak rektorat yang berwenang untuk mengeksekusi predator kekerasan seksual di kampus. 

Itulah beberapa hal yang perlu dilakukan apabila kita atau pihak terdekat mengalami kekerasan seksual. Jika diam itu emas, maka angkat bicara terkait kekerasan seksual adalah permata yang harganya tiada bandingannya. Mari bersama-sama hentikan kekerasan seksual serta meringkus para predator seksual agar terciptanya kampus yang aman dan ramah bagi mahasiswa. 


Penulis: Deda Aenul Wardah

Referensi:

Peraturan Rektor IAIN Syekh Nurjati Cirebon Nomor 3726/In.08/R/PP.00.9/11/20 Tentang Pencegahan Dan Penanggulangan Kekerasan Seksual Di Institut Agama Islam Negeri Syekh Nurjati Cirebon

Direktorat SMP. 2020. Hentikan Kekerasam. Kemindikbudristek. 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama