Makna Penerimaan Diri dalam Novel "Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati"

 

foto: Pinterest

Buku novel berjudul Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati merupakan karya Brian Khrisna, seorang penulis yang lahir di Bandung pada tanggal 17 Januari. Novel ini diterbitkan pertama kali di Jakarta oleh PT Gramedia Widiasarana Indonesia, anggota IKAPI, pada tahun 2025. Karya setebal 216 halaman ini merupakan salah satu narasi terbesar Brian Khrisna.


Sinopsis

Novel Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati mengisahkan tentang Ruslan Abdul Wardhana, yang akrab disapa Ale, seorang pekerja kantoran. Ale digambarkan memiliki perawakan gempal, berkulit hitam, dan sering berkeringat hingga menimbulkan bau badan. Karena kondisi fisiknya tersebut, Ale sejak kecil sering menerima hinaan, cacian, dan perundungan. Perundungan ini tidak hanya datang dari orang lain dan lingkungan terdekat, tetapi ironisnya juga dari keluarganya sendiri.

Pengalaman pahit tersebut meninggalkan trauma mendalam yang membekas pada dirinya. Trauma ini berdampak pada kondisi psikologis Ale, membuatnya merasa hampa, tidak percaya diri, dan kehilangan arah hidup. Puncaknya, ia memutuskan untuk mengakhiri hidup dengan menenggak obat dosis tinggi. Namun, sebelum menelan obat tersebut, Ale memiliki satu keinginan terakhir: menyantap seporsi mi ayam langganannya. Momen krusial di kedai mi ayam itulah yang kemudian mengubah jalan hidup Ale secara fundamental, membimbingnya dalam pencarian makna diri dan eksistensi yang selama ini ia anggap sebagai kutukan.


Hal-hal Menarik

Setelah mencermati novel ini, ditemukan beberapa isu tematik yang menarik untuk dikaji lebih lanjut:

1. Kritik terhadap Pandangan Kebahagiaan dan Konsep Self-Love. Novel ini mengkritik pandangan bahwa kebahagiaan merupakan suatu kewajiban dalam menjalani hidup. Pemahaman yang kabur ini sering kali menyebabkan individu tertekan dan bahkan menghalalkan segala cara untuk mencapai kebahagiaan. Brian Khrisna mengingatkan bahwa kebahagiaan bersifat temporal, dan kesedihan merupakan bagian integral yang akan menggantikannya. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya menerima kesedihan sebagai bagian dari proses hidup. Pandangan ini berfungsi sebagai seruan untuk menerima anugerah Tuhan dalam segala bentuknya (self-love) dan menumbuhkan rasa empati antar sesama

2. Urgensi Komunikasi dan Pengakuan Perasaan dalam Keluarga. Brian Khrisna menegaskan bahwa masalah Ale berakar dari dinamika keluarga yang bermasalah. Ia mengutip, “Orang tua tidak selalu benar, Mereka bisa berbuat salah kepada anak. Sayangnya, orang tua terlalu angkuh untuk mengakui bahwa anaknya juga bisa terluka”. Melalui narasi ini, penulis menekankan solusi bahwa relasi orang tua dan anak dalam keluarga harus dibina melalui komunikasi yang efektif, yang terwujud dalam keterbukaan perasaan. Dengan demikian, akan tercipta rasa empati dan terwujud hubungan keluarga yang harmonis.

3. Self-Love sebagai Fondasi Pemahaman Diri. Dalam proses pencarian makna hidup, Ale berjumpa dengan berbagai karakter baru, seperti Murad (seorang gangster dan pengedar), Mami Louisse (pemilik bar), Juleha, dan Ipul (satpam kantor). Perjumpaan ini menjadi katalisator yang menyadarkan Ale bahwa masih banyak pihak yang mampu menerima dirinya tanpa memandang kondisi fisik. Dari interaksi tersebut, Ale belajar mengenali diri, menyadari bahwa di balik tubuhnya yang gempal dan berkulit gelap, ia mampu menjadi sosok yang bermanfaat bagi orang lain melalui cara yang unik dan berbeda.


Kelebihan dan kekurangan

Brian Khrisna berhasil memaparkan dan menganalisis isu-isu kontemporer, seperti problem kesehatan mental (mental-heart) yang melanda manusia di era digital modern, serta isu pendidikan keluarga, dengan gaya penyampaian yang apik dan menarik. Kehadiran ilustrasi dalam novel merupakan nilai tambah yang signifikan, membantu pembaca dalam memvisualisasikan cerita dan menjaga narasi agar tidak monoton.

Keterbatasan novel ini terletak pada aspek pengembangan karakter utama. Latar belakang keluarga dan orang tua Ale, yang merupakan cikal bakal munculnya trauma, seharusnya dapat diuraikan lebih mendalam. Hal ini penting untuk memberikan justifikasi naratif yang lebih kuat terhadap kondisi psikologis Ale.


Kesimpulan

Novel Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati karya Brian Khrisna ini sangat direkomendasikan bagi pembaca yang mencari novel yang menarik, unik, dan relevan dengan realitas kehidupan saat ini. Secara tematik, novel ini berpotensi menggugah nalar dan imajinasi kita dalam memaknai kehidupan. Pesan esensial yang terkandung dalam novel ini adalah pentingnya penerimaan diri, yang harus terinternalisasi dalam wujud menghargai diri sendiri, mencintai kekurangan dan kelebihan, mengaktualisasikan potensi, dan senantiasa menjadi manusia yang bermanfaat.



Penulis Resensi: Khaerul Tamami


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama