![]() |
Sumber foto: Instagram/@fatih_wibisana |
Cirebon, LPM FatsOeN – Penambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat, memicu kekhawatiran serius karena mengancam ekosistem kawasan yang telah diakui sebagai UNESCO Global Geopark. Aktivitas tambang oleh PT Gag Nikel disebut telah merusak lebih dari 500 hektare hutan di pulau-pulau kecil seperti Gag, Kawe, dan Manuran, serta mengancam wilayah Batang Pele dan Manyaifun yang berjarak hanya sekitar 30 kilometer dari titik wisata ikonik Piaynemo.
Kiki Taufik, Kepala Global Greenpeace untuk Kampanye Hutan Indonesia, menyebut kerusakan yang terjadi sudah mengganggu keseimbangan ekologis kawasan.
“Saat ini sudah mulai masuk di Raja Ampat, ada lima pulau yang sudah mulai dieksploitasi dan dibongkar. Selain itu adalah wilayah global geopark dan tempat paling favorit untuk wisata bawah laut. 75 persen terumbu karang yang bagus di dunia itu adanya di Raja Ampat dan saat ini mulai dihancurkan,” ujar Kiki dalam konferensi pers di Hotel Pullman, Jakarta Pusat, Selasa (3/6/2025).
Raja Ampat dikenal menyimpan lebih dari 75% spesies karang dunia, lebih dari 2.500 spesies ikan, 47 spesies mamalia, dan 274 spesies burung. Aktivitas tambang nikel dituding menyebabkan erosi tanah, limpasan sedimen ke laut, hingga pencemaran yang mengancam keberlangsungan terumbu karang dan mata pencaharian masyarakat pesisir.
Isu ini memicu gelombang protes. Dalam pembukaan Indonesia Critical Minerals Conference & Expo, Greenpeace Indonesia dan empat pemuda Papua membentangkan spanduk saat Wakil Menteri Luar Negeri Arif Havas Oegroseno menyampaikan pidato. “Pemerintah bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan yang terjadi di Raja Ampat, di Papua. Save Raja Ampat,” seru salah satu peserta aksi.
Tiga spanduk kuning bertuliskan “What’s the true cost of your nickel?”, “Nickel mines destroy lives”, dan “Save Raja Ampat from nickel mining", mereka angkat di dalam ruangan. Aksi serupa juga dilakukan di area pameran. Menurut Kiki, pemilihan tempat bukan tanpa alasan. “Ini momen yang tepat karena pelaku bisnis industri nikel dan pemerintah hadir di sana,” katanya.
Greenpeace mencatat eksploitasi nikel oleh PT Gag Nikel telah mengubah wajah pulau-pulau kecil yang seharusnya dilindungi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014, tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
“Sudahlah wilayahnya dihancurkan, ruang hidupnya dihancurkan, tidak ada lagi tempat buat mereka untuk hidup, untuk mencari makan, kemudian mereka pun juga ditutup mata pencariannya,” ucap Kiki.
Ronisel Mambrasar, pemuda dari kampung Manyaifun yang tergabung dalam Aliansi Jaga Alam Raja Ampat, mengakui bahwa kehadiran tambang nikel di beberapa pulau membuat kehidupan masyarakat lokal dari harmonis menjadi konflik.
“Termasuk di kampung saya di Manyaifun dan Pulau Batang Pele. Tambang nikel mengancam kehidupan kami,” ujarnya lewat keterangan tertulis Greenpeace Indonesia.
Protes terhadap tambang nikel juga disuarakan oleh Melky Nahar dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam). Ia menyebut izin pertambangan diterbitkan tanpa melibatkan masyarakat adat.
“Sejumlah perubahan tata ruang, pelepasan kawasan konservasi hingga penerbitan izin tambang dilakukan tanpa keterlibatan masyarakat adat dan publik luas," kata Melky.
Merespons tekanan publik, pemerintah akhirnya bertindak. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, pada 5 Juni 2025 mengumumkan penangguhan operasi PT Gag Nikel.
“Untuk sementara, kami hentikan operasinya sampai dengan verifikasi lapangan. Kami akan cek,” ujar Bahlil kepada media.
Sementara itu, menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Hanif Nurofir menyatakan siap mengambil langkah-langkah hukum dan mempertimbangkan pencabutan izin lingkungan. Namun, polemik belum usai. Bupati Raja Ampat, Orideko Burdam, mengeluhkan kewenangan pemerintah daerah yang minim.
“97 persen Raja Ampat adalah daerah konservasi, sehingga ketika terjadi persoalan pencemaran lingkungan oleh aktivitas tambang, kami tidak bisa berbuat apa-apa, karena kewenangan kami terbatas,” kata Bupati Raja Ampat dalam pernyataan di Sorong, Sabtu, (31/5/2025)
Di Senayan, isu ini juga menjadi perhatian. Anggota Komisi VII DPR, Chusnunia Chalim, menilai pemerintah pusat perlu meninjau ulang semua izin pertambangan di pulau-pulau kecil. “Mengenai izin pertambangan nikel di sekitar wilayah destinasi super prioritas, di mana destinasinya mengangkat keindahan alam dan khususnya terumbu karang, ini hal yang harus dikaji kembali,” ujarnya.
Meski penangguhan disambut sebagai langkah awal, masyarakat dan aktivis masih skeptis. “Kami menuntut supaya pemerintah Indonesia menyetop, mencabut izin konsesi di wilayah Raja Ampat. Semuanya, di lima pulau itu,” tutur Kiki.
Greenpeace menyebut pola kerusakan ini menyerupai kasus di Halmahera dan Wawonii. Nasib Raja Ampat kini berada di persimpangan antara ambisi ekonomi nasional dan kebutuhan mendesak untuk melindungi salah satu surga biodiversitas dunia.
Penulis: Ikhsan Tiaz Setiawan
Editor: Muhamad Hijar Ardiansah
BACA JUGA:
• Hari Kedua Evakuasi Longsor Gunung Kuda, Tim Sar Temukan 3 Korban
• Hari Ketiga Evakuasi Longsor Gunung Kuda, Kemana Bupati Imron?