Simpang Siur Academic Writing Dan Penjelasan Pihak Pascasarjana

 

sumber foto: dokumentasi Pascasarjana UIN SSC

Program Academic Writing yang akan digelar oleh Pascasarjana UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon memicu berbagai pertanyaan dari sebagian mahasiswa.

Kegiatan yang rencananya berlangsung di Yogyakarta pada 15–17 Agustus 2025 ini dinilai memberatkan oleh sejumlah mahasiswa, baik dari segi biaya maupun pemikihan lokasi. Banyak dari mereka yang mempertanyakan urgensi pelaksanaannya di luar kota dan kekhawatiran mengenai status kegiatan yang dianggap tidak sepenuhnya opsional.

Program ini dirancang untuk mahasiswa jenjang S2 dan S3, dengan materi yang mencakup pendampingan dalam penulisan tesis, disertasi, jurnal ilmiah, serta pengembangan pilot project. Kegiatan akan berlangsung selama tiga hari dua malam di Hotel Grand Kangen Urip Sumoharjo, Yogyakarta, dengan biaya partisipasi sebesar Rp2.800.000 per peserta.

Seiring berjalannya waktu, sejumlah mahasiswa mulai mempertanyakan posisi kegiatan ini dalam alur akademik mereka, lantaran sejak awal tidak ada penjelasan secara langsung mengenai wajib atau tidaknya program ini. Ketidakjelasan tersebut memunculkan beragam tafsir, terutama ketika Academic Writing dihubungkan dengan tahapan penting seperti seminar proposal.

Menanggapi keluhan tersebut, Ketua Pelaksana, Abdul Aziz menegaskan bahwa tidak ada paksaan dalam mengikuti program ini. “Silakan yang mau ikut dan nggak ikut, nggak masalah. Bagaimanapun kita sebagai ketua prodi akan memberikan yang terbaik,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa peserta yang mengikuti program memang mendapatkan kemudahan administratif, terutama dalam proses penandatanganan proposal dan seminar proposal.
“Yang nggak ikut nggak ada konsekuensi apa-apa, paling yang sudah ditandatangani proposalnya akan maju duluan,” jelasnya.

Salah satu keluhan utama mahasiswa adalah soal pemilihan Yogyakarta sebagai lokasi kegiatan. Mereka menilai kegiatan semacam ini dapat dilakukan di Cirebon dengan biaya yang jauh lebih terjangkau.

Menanggapi hal itu, pria yang kerap disapa Prof. Aziz menjelaskan alasan di balik keputusan panitia. Menurutnya, pelaksanaan di luar kota bertujuan menciptakan suasana kondusif agar peserta dapat mengikuti kegiatan secara penuh.
“Ternyata kalau di Cirebon banyak ternak teri 'antar anak, antar istri' jadi yang tadinya fokus jadi nggak fokus. Takutnya banyak yang izin,” jelasnya.

Kritik juga mengarah pada besarnya biaya yang dibebankan kepada peserta. Sebagian mahasiswa merasa angka Rp2.800.000 terlalu tinggi untuk kegiatan ini dan mengeluhkan belum adanya transparansi rinci terkait penggunaan dana. Mumun, Bendahara kegiatan ini menjelaskan bahwa biaya tersebut sepenuhnya digunakan untuk kebutuhan peserta, termasuk akomodasi, konsumsi, dan keperluan kegiatan.
“Uang mereka yang dikeluarkan akan kembali ke mereka dengan benefitnya,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa pihak pascasarjana tidak mengambil keuntungan dari dana yang masuk.
“Ya, kita akan selalu bantu dan dampingi,” katanya, merespons kemungkinan adanya mahasiswa yang mengalami kesulitan membayar.

Pihak panitia memberikan kemudahan dengan skema pembayaran cicilan. Batas akhir pelunasan ditetapkan pada 10 Agustus 2025 untuk keperluan reservasi kamar dan akomodasi. “Tanggal 10 Agustus, karena kan nanti itu untuk penentuan kamar dan hotel,” ujar Zaenal dari Divisi Humas program.

Dalam pelaksanaannya, program ini akan menghadirkan empat pemateri dari kalangan akademisi, yakni Prof. Dr. Abdul Aziz, M.Ag. (materi kuantitatif), Prof. Dr. Hj. Septi Gumiandari, M.Ag. (materi kualitatif), Dr. Ahmad Arifuddin, M.Pd., serta Prof. Dr. Imam Machali, M.Pd. dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang akan membawakan materi publikasi jurnal.

Meski menuai kritik, panitia tetap menyampaikan tujuan ideal dari program ini yaitu mempercepat penyelesaian studi dan meningkatkan mutu penulisan akademik mahasiswa.
“Kalau bisa selesai di semester 4, kan lumayan. Jadi nggak perlu bayar UKT semester 5 dan 6. Itu tentu lebih efisien,” ujar Prof. Aziz.
“Untuk meningkatkan kemampuan dan mutu mahasiswa, maka ketemulah Academic Writing ini sebagai jawaban,” lanjutnya.

Sementara itu, persepsi sebagian mahasiswa bahwa kegiatan ini tidak disosialisasikan secara terbuka juga menjadi sorotan. Namun Prof. Aziz menyatakan bahwa program ini telah dikenalkan sejak awal masa studi.
“Sosialisasi ada kepada mahasiswa saat taaruf, bahkan saat rekrutmen masuk pasti ada wawancara, itu program pasti kami sampaikan,” terangnya.

Dengan berbagai pandangan yang berkembang, pelaksanaan Academic Writing tahun ini menjadi ruang refleksi bagi penyelenggara. Di satu sisi, program ini bertujuan meningkatkan mutu akademik dan mempercepat studi mahasiswa. Di sisi lain, keluhan mengenai biaya, lokasi, serta transparansi menjadi perhatian penting yang tak bisa diabaikan. Mahasiswa berharap ke depan kegiatan serupa dapat lebih inklusif, transparan, dan mempertimbangkan keberagaman kondisi peserta.


Penulis : Ikhsan Tiaz Setiawan

Editor : Fadhil Muhammad RF

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama