Ringkas Kisah Timnas Garuda: Satu Dekade Panjang Menuju Kemustahilan


foto: Instagram/billmohdor

Satu dekade ke belakang, mungkin tak pernah terbesit di benak siapa pun. Tim nasional sepak bola Indonesia berada sedekat ini dengan Piala Dunia—Ronde 4 kualifikasi. Tentunya, langkah yang diperjuangkan sejak ronde 1 melawan Brunei Darussalam, membuat harapan dan optimisme tersemat kepada timnas Garuda di era ini.

Setidaknya, berada di ronde 4 adalah mimpi indah kita 2015 lalu. Sedikit bernostalgia, kala itu sepak bola Indonesia memang sedang dalam masa yang memprihatinkan; dibekukan oleh FIFA. Masa kegelapan yang disebabkan oleh dualisme, politik, dan keserakahan orang-orang di internal PSSI. Namun, udara segar selalu muncul setelah badai.

Alfred Riedl hingga Luis Milla, Babak Baru Sepakbola Indonesia

2016, Alfred Riedl membuka keran cerita baru. Membawa nama-nama beken di masanya: Stefano Lilipaly, Ferdinand Sinaga, Hansamu Yama, hingga Andritany Ardhiyasa, negara ini kembali menemukan euforia sepak bolanya.

Setahun berselang, setelah sebelumnya negara ini hanya menggelar ajang pra-musim dan kompetisi tak resmi, akhirnya di tahun ini liga resmi di bawah naungan PSSI kembali bergulir; Liga 1 2017. Perlahan, gairah sepakbola kembali meningkat seperti era liga super.

Di tahun yang sama, sepakbola Indonesia memasuki babak baru, khususnya tim nasional. Luis Milla datang jauh dari negeri matador, membawa filosofi tiki taka dan harapan bagi ratusan juta masyarakat. Penampilan ciamik timnas ditunjukkan pada ajang Asian Games 2018 yang digelar di Indonesia.

Namun di sisi liga, gonjang-ganjing kembali terjadi. Pengeroyokan yang menyebabkan korban jiwa di Bandung, hingga Isu mafia sepakbola yang kembali mencuat. Mencoreng citra sepakbola nasional yang saat itu coba diperbaiki.

Dugaan jual beli pertandingan banyak terjadi di tahun ini. Tim-tim besar diduga terlibat, termasuk pemain-pemain dengan nama mentereng. Namun, seolah tak ingin kembali dibekukan, stakeholder terkait dengan cepat membentuk Satgas Anti Mafia Bola kala itu.

Milla Dipecat, Nyaris Kembali Ke Era Kegelapan

2018 agaknya menjadi tahun yang cukup menyebalkan. Usai isu-isu di liga lokal, pada Oktober 2018 pelatih tim nasional Indonesia, Luis Milla Aspas dan jajarannya dipecat oleh PSSI. Hal ini tentu mengecewakan publik, sebab Luis Milla seolah menjadi pahlawan yang memberi harapan bagi kemajuan tim nasional kala itu.

Menggantikan Milla, Bima Sakti dipercaya naik ke kursi pelatih utama. Dirinya memimpin Indonesia pada gelaran Piala AFF 2018. Sayangnya di turnamen bergengsi antar negara Asean ini, Indonesia tidak berkutik. Hal ini membuat posisi Bima Sakti digeser, digantikan oleh Simon McManamy pada penghujung 2018.

Simon datang membawa ekspektasi tinggi masyarakat. Bermodalkan pengalamannya menjuarai liga 1 bersama Bhayangkara FC, membuat Simon terpilih menjadi penerus estafet Luis Milla dan Bima Sakti. Sayangnya ekspektasi tak semulus realita, pada 2019 Timnas Indonesia di bawah asuhan Simon babak-belur di kualifikasi piala dunia 2022.

Shin Tae-yong, Pemain Keturunan, Harapan Ini Kembali Lagi!

PSSI mengambil langkah cepat. Simon McManamy dipecat pada 6 November 2019. Petinggi PSSI kala itu, salah satunya adalah Ratu Tisha, menjadi sosok yang sukses mendatangkan mantan pelatih Korea Selatan sebagai penerus Simon di sisa pertandingan kualifikasi Piala Dunia 2022.

Bermodalkan pengalamannya membawa Korea Selatan menjadi tim kuda hitam di Piala Dunia 2018, pelatih yang akrab disapa STY ini kembali menumbuhkan harapan bagi penggila bola tanah air. Sayang, di ajang kualifikasi itu Indonesia masih gagal. Namun ini tak mematahkan kepercayaan publik terhadap STY.

AFF 2020 menjadi ajang unjuk gigi bagi STY. Di turnamen yang tertunda sebab pandemi covid dan baru terlaksana pada 2021, dirinya berhasil membawa Indonesia menjadi runner-up dengan rata-rata usia pemain termuda kala itu. Ya, pelatih ini dianggap visioner dan berani sebab keputusannya memotong generasi timnas Indonesia era Rizky Pora cs.

Namun keputusannya tidak sia-sia. Banyak nama pemain muda berhasil diorbitkan oleh STY, salah satunya adalah Rizki Ridho, pemain yang menjadi andalan di lini belakang tim nasional Indonesia hingga saat ini.

Selain itu, sejak 2020 hingga saat ini, program naturalisasi dijalankan oleh federasi. Nama-nama pemain keturunan mulai dari Elkan Baggot, Thom Haye, Justin Hubner, Nathan Tjoe, Jay Idzez dan Kevin Diks dipanggil demi membela tanah nenek moyangnya.

BACA JUGA: Al-I'tiraf, Pengakuan Abadi Abu Nawas; Dari Pesta Dunia Hingga Pintu Taubat

Menantang Jawara, Mengancam Asia

Setahun berselang, Indonesia kembali tampil di Piala AFF. Namun sayang pada ajang yang digelar tahun 2022, Indonesia harus terhenti oleh Vietnam di babak semifinal dengan agregat 2-0.

Kendati demikian, eksistensi timnas Indonesia tetap melonjak, terlebih setelah mereka secara mengejutkan menantang juara dunia 2022, Argentina. Pemain top dunia saat itu seperti Alejandro Garnacho dan Leo Paredes ditantang oleh Asnawi Mangkualam cs. Pada pertandingan persahabatan di Jakarta ini, Indonesia takluk 2-0 dari sang juara pada pertandingan yang digelar Juni 2023 silam.

Di tahun yang sama, seiring berdatangannya pemain keturunan, Garuda berhasil lolos ke ronde 3 Piala Dunia 2026 usai menempati peringkat dua kualifikasi ronde kedua zona Asia. Selain lolos ke Ronde 3, capaian ini sekaligus membawa Garuda melangkah ke Piala Asia 2023.

Di ajang piala Asia 2023, Indonesia kembali tampil merepotkan hingga lolos ke babak 16 besar. Sayang, Indonesia harus mengakui kegagahan Australia saat itu. Langkah Timnas Garuda kemudian terhenti di babak 16 besar.

Tampil Gemilang di Ronde 3, Klimaks Sang Kuda Hitam

Kendati gugur di Piala Asia, Indonesia di bawah komando STY tetap menjadi tim yang diperhitungkan di Ronde 3 Piala Dunia. Pada kesempatan ini, Timnas Indonesia kembali menggila, mereka secara mengejutkan berhasil merepotkan Australia, bahkan menaklukan langganan Piala Dunia, Arab Saudi di Jakarta 2024 lalu. Hasil ini semakin membuat masyarakat percaya diri. Julukan “King Indo” dan “King Asean” bahkan tersemat kepada timnas Indonesia.

Berlanjut ke ajang Piala AFF 2024, Indonesia tidak memanggil pemain yang bermain di liga top Eropa seperti Italia dan Belanda. Sebagai gantinya, pemain U-23 yang mayoritas diisi pemain liga 1 Indonesia, dipanggil guna dipersiapkan untuk ajang Piala Asia u-23 2026 mendatang. Sayangnya di Piala AFF 2024 ini, Indonesia kembali gugur. Hal ini kemudian menjadi catatan evaluasi bagi PSSI. Shin Tae Yong dipecat tak lama setelahnya.

Didepaknya STY membuat publik bertanya-tanya. Terlebih Indonesia saat itu sedang berjuang untuk lolos dari Ronde 3 kualifikasi Piala Dunia 2026. Di tengah naiknya nama timnas saat itu, pelatih-pelatih terkenal dirumorkan menjadi suksesor STY. Diantaranya seperti Louis Van Gaal dan Ronald Koeman. Selain itu, nama legenda sepakbola Belanda, Patrick Kluivert juga masuk radar PSSI.

Kluivert Datang, Semua Tegang

Hari raya natal 2024 menjadi momen krusial. Patrick Kluivert menunjukkan komitmennya menukangi Garuda dengan menjadi satu-satunya kandidat yang datang interview saat natal. Dirinya terpilih menjadi penerus perjuangan STY di kualifikasi Piala Dunia.

Pemilihan mantan ujung tombak Barcelona ini menuai pro-kontra. Terlebih rekam jejaknya terlibat skandal perjudian, membuat publik semakin khawatir. Sebagai pelatih sepakbola, Patrick Kluivert juga dinilai kurang berpengalaman. Hasil minornya bersama tim nasional Curacao menjadi sorotan.

Tagar Kluivert Out mulai bermunculan bahkan sejak dirinya resmi ditunjuk. Ultimatum dikeluarkan oleh kelompok suporter Ultras Garuda, menekan Kluivert untuk berkomitmen membawa Indonesia ke Piala Dunia. Tentunya, ini menjadi tanggung jawab yang tak sembarangan untuk seorang Patrick Kluivert.

Tersisa empat pertandingan di kualifikasi Piala Dunia ronde 3, Indonesia di bawah asuhan Kluivert meraih 2 kali kemenangan, dan dua kekalahan. Empat hasil di sisa pertandingan tadi membawa Indonesia bertengger di posisi ke 4 grup C. Hal ini membuat skuad Garuda lolos ke ronde 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026. Langkah krusial menuju Piala Dunia 2026 di Amerika, Kanada, dan Mexico mendatang.

BACA JUGA: September Nyaris Berlalu, Dengungkan Terus Rentetan Pilu Sebab Kebenaran Tak Boleh Redup

Ronde 4: dari Optimisme Menuju Hati Legowo

Ronde 4 bergulir sejak 8 Oktober 2025. Dalam ronde ini, Indonesia berada di grup B dengan Arab Saudi dan Iraq. Untuk lolos langsung ke piala dunia, mereka harus memuncaki klasemen grup.

Jika berada di posisi ke dua, langkah mereka akan berlanjut ke ronde 5, bertemu dengan juara 2 grup A. Nantinya, pemenang di pertandingan ronde 5 akan kembali mengadu nasib di laga play-off melawan wakil benua Amerika hingga benua Afrika.

Artinya, Indonesia memiliki pilihan yang lengkap di ronde 4. Lanjut ke ronde 5, langsung melaju sebagai juara grup, atau pulang sebagai pecundang yang sia-sia.

Di laga pertama, Indonesia kembali bersua Arab Saudi. Sayangnya, Kevin Diks cs harus mengakui keunggulan Arab Saudi 3-2 atas Indonesia. Keraguan publik semakin meningkat. Kritik terhadap Kluivert, bahkan merembet ke pemain pilihannya. Sayuri bersaudara, Beckham Putra, dan Mark Klok menjadi sasaran kritik usai penampilannya yang dinilai kurang memuaskan di laga kontra Arab Saudi.

Usai ditekuk Arab Saudi, langkah Indonesia ditentukan di pertandingan terakhir kontra Iraq. Satu tembakan terakhir, satu peluang terakhir, menuju mimpi yang tak pernah diduga sebelumnya: Piala Dunia 2026.

Sayang, mimpi itu harus pupus sebab timnas Indonesia kembail menelan pil pahit dari Iraq. Pertandingan yang digelar Minggu dini hari, menjadi langkah terakhir Indonesia di kualifikasi piala Dunia 2026. Perjalanan panjang Garuda terhenti, Patrick Kluivert menjadi sorotan sebab kegagalan ini. 

Tagar Kluivert Out semakin bergema mengisi ruang-ruang sosial media. Kritikan tersiar, kekecewaan terpancar di wajah banyak orang yang aku temui pagi itu. 12 Oktober 2025, perjalanan panjang harus ditutup dengan sebuah kelegowoan.

Selamat Menunggu untuk Kesempatan Berikutnya, Garuda!

Kegagalan di kualifikasi piala dunia 2026 agaknya menjadi kekecewaan kolektif. Mimpi yang sudah di depan mata, harus rela sirna begitu saja. Patrick Kluivert harus menerima kritik pedas karena di bawah kepelatihannya, Indonesia hanya mampu mengemas 2 kali kemenangan dari 6 pertandingan di Kualifikasi. Terlebih, dari 4 gol tercipta, dua di antaranya berasal dari titik putih.

Tak hanya Patrick, ketua umum PSSI sekaligus Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Erick Thohir harus menerima hal serupa. Bagaimana tidak, keputusannya mendepak STY di tengah membaiknya performa tim nasional, dianggap seolah mengklik cancel saat loading mencapai 90%.

Kegagalan ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak. Menjadi pelajaran bagi PSSI untuk berbenah, dan percaya dengan proses yang sudah signifikan. Pun pelajaran untuk Patrick Kluivert agar segera membenahi kekurangannya selama menukangi Indonesia di ronde 3 dan 4. Ini juga menjadi pelajaran bagi seluruh rakyat Indonesia, untuk tak berekspektasi terlalu tinggi terhadap hasil yang belum pasti.

Apa pun itu, keberhasilan Indonesia mencapai titik terdekat dengan piala dunia menjadi hal yang patut disyukuri. Mengingat kita nyaris mustahil ada di titik ini 1 dekade yang lalu. Kegagalan ini harus menjadi pecut bagi federasi agar segera berbenah, dan serius menatap event besar berikutnya: Piala Asia 2027 dan Piala Dunia 2030. Sebab mimpi kita semua sama, menyaksikan Garuda menantang Piala Dunia.

Penulis: Fadhil Muhammad RF

Editor: Muhamad Hijar Ardiansah

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama