(Illustrasi : Fauzan Alfani)

LPM FatsOeN, Cirebon - H adalah seorang aktivis kampus yang berkecimpung di berbagai organisasi intra maupun ekstra kampus. Hubungan H dengan penyintas yang selanjutnya kami panggil Mawar ini, adalah teman dekat. Mawar mengakui bahwa pelaku adalah seseorang yang mudah melakukan interaksi dengan orang baru. “Aku akui memang, dia orang yang punya kelebihan dalam komunikasi dengan orang baru, bikin orang baru nyaman. Membuat orang lain bisa percaya, bisa klop sama dia,” tutur Mawar kepada LPM FatsOen.

“Dulu itu waktu awal-awal semester kan engga banyak ikut kegiatan. Jadi ketemu orang, langsung percaya. Nah, ketemulah aku dengan H. Itu percaya banget, kemana-mana sama dia dan kebetulannya satu jurusan tapi beda kelas. Dari ngerjain tugas, orang tua dia sakit, orang tua aku sakit sama-sama faham dan berkabar,” kata Mawar menambahkan.

Mawar menceritakan awal kedekatannya dengan H. Namun tindakan H yang tadinya lembut dan menghargai Mawar perlahan berubah. H sering memaki dan melontarkan pelecehan verbal. Dari mulai ejekan fisik seperti “Ih dasar pendek, tapi payudara gede.” Sampai menghina sikap Mawar “Mana mungkin kamu gak pernah.(berhubungan seksual). 

“Singkat cerita waktu itu mau dianterin pulang ke rumah di arah Sumber, kalau dari Majasem, lurus ngelewatin bawah jembatan, tapi kalau belok lampu merah pertigaan,” ungkap Mawar.

Jalan yang Mawar maksud adalah jalan alternatif perkampungan yang minim penerangan jika malam. Mawar menceritakan kejadian itu seperti baru merasakannya kemarin. Ketakutan masih terasa di nada bicaranya. “Di situ berhenti (bawah fly over), terus dipaksa buat ‘kamu jongkok! kamu cium kemaluan (oral seks)!’” kata Mawar.

“Masih selamatnya itu karena ada orang. Posisinya emang udah malem, kegiatan pulang malem. Kegiatan organisasi ekstra. Pada saat itu engga cerita ke siapa-siapa karena malu.”Imbuhnya. Peristiwa ini bisa dibilang miris. Sebab, kejadian ini tidak berlangsung hanya sekali.

Kejadian selanjutnya, saat Mawar menolak untuk diantarkan pulang, H terus menerus memaksanya. Bahkan Mawar memberanikan diri untuk loncat dari motor H yang masih melaju. “Aku pernah nolak dianterin, tapi dia maksa buat aku duduk di motornya. Aku minta turun padahal udah mau sampe gang. Tapi dia nolak. Udah wae aku loncat dari motornya.” ucap Mawar.

Kejadian serupa, sambung Mawar, kembali terulang di kantor kesekretariatan tempatnya berorganisasi. H memfoto Mawar dengan men-zoom bagian dadanya. H mengancam bahwa foto itu akan ia sebar luaskan apabila Mawar enggan melakukan apa yang H minta. Namun dengan segala pemaksaan, Mawar menolak dan lagi-lagi berhasil kabur dari tangan H.

“Pemaksaannya kaya yang dia lakukan di bawah jembatan itu. Tapi aku keras kepala. Nolak mah nolak aja.” jelas Mawar.

Meski berhasil selamat dari beberapa kejadiaan ini, hal tersebut membawa dampak buruk bagi kondisi psikologis Mawar. Ia menjadi pribadi penakut, tidak seaktif dan sekritis yang dulu. Sampai seorang dosen menyadari perubahan tingkah lakunya, dan memberikan konseling kepada Mawar.

“Dalam proses pendampingan itu kan aku didampingi oleh satu dosen yang bener-bener telaten, sabar untuk engga papa nangis, gapapa marah. Pokoknya sampe emosi itu terbuang, jadi kalau inget nama itu (nama pelaku), inget orang itu engga terbawa emosi lagi.” paparnya.

Dalam proses pendampingan, dosen tersebut mengenalkan Mawar dengan salah satu penyintas yang mengalami hal serupa.“Disuruh nemenin seseorang, dengerin cerita dari orang. Ternyata orang itu mendapat perlakuan yang sama.Aku tanya, ‘Siapa orang (pelaku) itu?’ ternyata dengan satu orang (pelaku) yang sama, dan dari beberapa cerita juga ada beberapa orang (penyintas) juga,” ujarnya.

“Orang yang melecehkan itu, sampai sekarang malah semakin mendapatkan panggung dan dikenal oleh banyak orang. Buktinya memang begitu, sampai sekarang dia masih menjadi pembicara, masih aktif di organisasi, aktif sana sini.” tambah Mawar.

Meski beban psikis yang dirasakannya begitu berat, bertahun-tahun dirasakannya sendiri. Saat kami menanyakan hukuman apa untuk pelaku, Mawar tak menanggapi. Mawar, berpesan pada siapapun yang mengalami kekerasan seksual untuk bersuara.

“Aku berharap lebih banyak orang yang bisa speak up. Banyak orang yang peduli mereka, jangan langsung menjudge kalau ada orang yang bercerita. Banyak orang yang menemani, meyakinkan kalau mereka tidak sendiri.” pungkas Mawar.

 

Catatan:

- Nama penyintas dan pelaku dirahasiakan, sebab itu keinginan penyintas.

- Jika teman-teman melihat atau menjadi korban kekerasan seksual di kampus, bisa bercerita ke email fatsoen redolfatsoen@gmail.  Kami juga akan mendampingi penyintas kekerasan dalam pemulihan psikis sampai mendapatkan keadilan.

Penulis: Zulva

Reporter: Zulva dan Maya

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama