(Illustrasi : Fauzan Alfani)

LPM FatsOen, Cirebon-8 Maret ditandai sebagai hari perempuan internasional (IWD). Adalah pagelaran besar dengan tujuan menghormati peran perempuan. Apakah penghormatan terhadap perempuan hanya dilakukan pada 1 hari saja? Tentu tidak, penghormatan terhadap perempuan harus kita laksanakan setiap hari, karena penindasan terhadap perempuan tidak hanya terjadi 1 hari.

Penindasan terjadi terus menerus, bertubi-tubi dan berhari-hari. 8 Maret hanyalah tanda, bahwa perlawanan akan terus dikobarkan, bahwa tuntutan tetap terus dilayangkan, bahwa harapan tak pernah henti untuk diperjuangkan.

Perjuangan perempuan sangat berkaitan dengan perjuangan kelas. Yang tentunya, tak hanya terfokus pada isu-isu keperempuanan. Cakupannya lebih jauh daripada itu, memperjuangkan kesetaraan hak, keadilan, membersamai mereka yang termarjinalkan serta menghapuskan penindasan serta ketimpangan.

Seperti yang dilakukan oleh Clara Zetkin (penggagas gerakan perempuan internasional). Ia merupakan teoritisi juga aktivis yang memperjuangkan pembebasan perempuan melalui perjuangan kelas pekerja. Melihat fenomena yang terjadi di dunia. Seringkali kita jumpai bahwa peran laki-laki lebih dominan dibanding perempuan. Di dinding-dinding sekolah misalnya, begitu sesaknya dipenuhi oleh poster-poster pahlawan laki-laki, kalaupun ada perempuan jumlahnya hanya beberapa. Para teoritisi serta intelektual yang dimunculkan kepublik, sebagian besarnya pun adalah laki-laki.

Hal-hal semacam itu semua diperparah dengan asumsi yang dibangun bahwa perempuan hanya mampu melakukan pekerjaan domestik. Perempuan kemudian diatur dan dikontrol sehingga hanya terlibat pada kerja-kerja domestik tidak dibayar. Sementara pekerjaan yang sifatnya mencari penghasilan hanya dilakukan oleh laki-laki, dibayar dan dihargai. Adapun perempuan yang juga mencari penghasilan, sifatnya hanya membantu laki-laki untuk memenuhi kebutuhan ekonomi.

Keadaan ini diperburuk dengan masih banyaknya kebijakan-kebijakan yang diskriminatif terhadap perempuan. Kemudain daripada itu, anggapan semacam ini yang menyebabkan sempitnya ruang publik bagi perempuan, perempuan hanya memiliki sedikit ruang untuk mempelajari banyak hal, akibatnya perempuan rentan akan kemiskinan. Inilah mengapa perjuangan perempuan mempunyai kaitan yang erat dengan perjuangan kelas.

Kemudian bagaimana partisiapasi mahasiswa dalam menjaga eksistensi perjuangan? Mahasiswa harus menjadi penggerak rakyat. Karena hanya ia yang mempunyai waktu mempelajari berbagai macam teori, berdiskusi, hingga melakukan aksi. Para pekerja tak mempunyai kesempatan untuk itu. Waktunya telah habis dipabrik-pabrik, sawah, hingga lautan.

Mahasiswa harus bisa mendobrak asumsi lama bahwa perempuan hanya berada dalam bayang-bayang laki-laki. Mengaplikasikan semua teori yang sudah dipelajari, dan membuat paradigma baru untuk mencapai kesetaraan, keadilan, dan kemaslahatan dimasa yang akan datang. Memperjuangkan hak-hak perempuan adalah perjuangan merawat kehidupan. Karena perempuan adalah penerus peradaban.

Penulis: irfkifluda

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama