(Sumber Gambar: LPM FatsOeN)

IAIN, LPM FatsOeN- Rabu (10/11) sebagai penutup Festival Bulan Bahasa sekaligus peringatan hari lahir, Himpunan Mahasiswa Bahasa Indonesia menghadirkan Sujiwo Tejo dalam webinarnya. Acara ini digelar di  Auditorium FITK ini dilakukan secara hibrid yaitu luring dan daring melalui Zoom.  

Dalam rangkaian acara, Tato selaku dosen Jurusan Bahasa Indonesia melempar pertanyaan kepada Sujiwo Tejo mengenai keresahannya terhadap sastra klasik yang perlahan tidak diminati oleh generasi millenial. Ia pun mengungkapkan tentang kesulitannya sebagai pengajar drama dalam mempertahankan sastra tulis dan tutur yang kian hari kian berbah menuju sastra digital.

Menanggapi pertanyaan Tato, Sujiwo Tejo pun membantahnya dengan mengungkapkan bahwa bukan tugas mahasiswa untuk mempertahankan sastra klasik.

“Urusan mempertahankan, tugas museum. Menjaga keasliannya ya museum. Tugas seniman, mahasiswa terus mencipta, membuat,” tuturnya. Ia pula menambahkan bahwa, kita tidak bisa lari dari perkembangan zaman. Bila sekarang zaman sastra digital, maka kita pula menyesuakan digitalisasi. Ia mengimbuhkan, seniman adalah orang yang membuat karya pada zamannya

“Generasi sekarang, wong bahkan berita aja gak dibaca sama generasi millenial atau generasi Z, yang lebih tinggi dari itu. Cuma baca judulnya, langsung komentar,” jelasnya.

Masih berkaitan dengan sastra yang terus berkembang menyesuaikan arus zaman, sastra tulis seperti novel dan sastra tutur selayaknya pewayangan pula harus menyesuaikan generasi seperti menyingkat durasi dan memperjelas judul.

“Bukan hanya terpampang judul, namun juga tagline kecil di bawah yang menjelaskan tentang isi buku tersebut,” paparnya.

Sebagai contoh Sujiwo Tejo mengambil perumpamaan Novel Bumi Manusia. Bahwa judul ‘Bumi Manusia’ tidak cukup untuk menjadi judul di zaman sekarang, namun kalimat penjelas seperti ‘Kisah perempuan yang selalu merindu’.

“Hal-hal seperti ini, apakah itu harus dimusnahkan? Jangan, itu tugas museum untuk merawatnya, mencatatnya.” pungkasnya.

Dewi, dosen Tadris Bahasa Indonesia yang menjadi moderator menarik simpulan bahwa tugas seorang sastrawan, dramawan, penyair, dan bahkan masyarakat adalah menciptakan sebuah karya sesuai dengan zaman yang ada.

“Kita tidak bisa terus setia dengan sastra klasik. Tidak setia bukan berarti harus meninggalkan kita tetap harus memperkenalkan dengan masyarakat dan  mahasiswa bahwa dulu ada sastra klasik, namun sastra yang kita ciptakan sekarang memang harus sesuai dengan zamannya.” Simpulnya.

Reporter dan Penulis : Zulva

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama