Ilustrator: Rifki Al Wafi/LPM FatsOeN


Siapapun dan di mana pun, pelaku kekerasan seksual harus dihukum berat atas perbuatannya.

Tentu kita masih ingat, atas mencuatnya kasus kekerasan seksual yang terjadi pada mahasiswa kita. Kampus yang namanya kerap diplesetkan jadi 'Senja' ini, ternyata menyimpan problematika yang masih belum terselesaikan.

29 Maret lalu, beredar cuitan di twitter mengenai kasus kekerasan seksual. Ragam respon yang terlihat, kebanyakan menuntut sanksi dan mempertanyakan kebenarannya.

Diduga, kasus ini merupakan salah satu isu lama, namun dalam proses penindakan pelaku kekerasan seksual dirasa belum begitu maksimal.

LPM FatsOeN sempat menerbitkan tulisan mengenai PSGA yang berhasil membuat SOP untuk penanganan kasus kekerasan, pada 2021 lalu.


BACA JUGA: PSGA Berhasil Membuat Peraturan Pencegahan Kekerasan Seksual di Kampus


Meski sudah dibuat, nyatanya SOP tersebut masih mangkrak di LP2M dan belum disetujui pimpinan, sejak 2020 lalu.


No Viral No Justice

Akhir-akhir ini muncul istilah no viral no justice di media sosial. Hal ini disebabkan karena penindakan pelaku kekerasan seksual baru ditindaklanjuti pasca viralnya kasus tersebut di media sosial.

Istilah tersebut mengartikan bahwa, kalau tidak viral tidak akan diusut tuntas. Istilah ini ramai diperbincangkan kepada polisi beberapa bulan lalu, bahkan ramai tagarnya di twitter.

Kiranya, ini juga cocok disematkan kepada pimpinan kampus yang dirasa baru membuka diri terhadap kasus kekerasan seksual pasca ramainya cuitan tersebut.

Reporter FatsOeN coba menegaskan kembali perihal SOP yang mandeg, sejak tulisan di FatsOeN mengenai SOP ini terbit setahun lalu.

"Kayak SOP, padahal tahun 2020, kan, sudah ada, cuman sampe sekarang belum disahkan rektor, karena berhenti di LP2M, tapi besok pimpinan mengundang PSGA untuk membahas SOP," tutur Naila Farah selaku Ketua PSGA pada FatsOeN , Rabu (6/4).

Dilihat dari respon pimpinan tersebut, maka jelas, jika istilah no viral no justice ini laik disematkan kepada pimpinan di kampus.

Naila juga mengakui, bahwa dari viralnya cuitan tersebut, seolah jadi pemantik agar pimpinan merespon kasus yang terjadi.

"Sebenernya, PSGA udah minta sejak dulu SOP sudah beres, tapi mungkin baru sekarang bereaksi," katanya.

Sangat disayangkan memang, penanganan kekerasan seksual yang terjadi, terkesan lamban hanya karena tidak adanya tindak lanjut mengenai SOP tersebut.

Pasalnya, untuk hukuman pelaku, bukan sudah lagi ranah PSGA, melainkan dari pihak pimpinan atau rektorat.

Viralnya kasus tersebut bisa saja hanya satu dari sekian yang nampak ke permukaan.

Meski begitu, kampus mesti segera menyikapi hal tersebut. Mengingat kekerasan seksual pun tak bisa dibiarkan bebas bergerak begitu saja.


Penulis: Rifki Al Wafi

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama