![]() |
Layouter: Desi Rahmawati |
Cirebon, LPM FatsOeN – Rektor UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon (UIN SSC), Aan Jaelani, merilis keputusan terkait perkuliahan secara daring selama bulan suci Ramadan pada Rabu, (26/2/2025). Kebijakan melalui surat keputusan nomor B-1821/Un.30/R/PP.00.9/02/2025 tersebut menetapkan kegiatan perkuliahan secara daring sejak 3 Maret hingga 21 Maret 2025. Selanjutnya, terhitung sejak 24 Maret hingga 11 April mendatang, perkuliahan akan diliburkan.
Selain UIN SSC, kebijakan serupa juga diterapkan di berbagai Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) di Indonesia, di antaranya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, UIN STS Jambi, hingga IAIN Palopo. Lantas, sudahkah kebijakan ini efektif diterapkan di UIN SSC?
Bagi sebagian mahasiswa UIN SSC, kebijakan tersebut cukup mengejutkan, mengingat surat edaran dianggap sangat mendadak diterima mahasiswa. Pasalnya, edaran tersebut baru tersebar merata pada 27 Februari 2025, atau sekitar H-2 Ramadhan. Terlebih lagi, surat tersebut juga diedarkan empat hari setelah libur semester ganjil berakhir.
Mahasiswa mengaku cukup kecewa, terutama bagi mereka yang baru kembali ke Kota Cirebon. Zahid, mahasiswa asal Bekasi, meluapkan kekecewaannya melalui WhatsApp Group kelas.
“Duh, meni udah di Cirebon lagi,” gerutunya setelah membaca surat edaran Rektor beberapa minggu yang lalu.
Kekecewaan tersebut bukan tanpa alasan. Zahid mengaku telah mengeluarkan tenaga, mental, dan biaya untuk kembali ke Cirebon demi menuntut ilmu. Namun, surat edaran tersebut justru muncul beberapa hari setelah ia tiba di Kota Cirebon.
Sepekan setelah perkuliahan daring diterapkan, salah satu mata kuliah di jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) bahkan meliburkan kegiatan belajar mengajar lebih awal akibat perkuliahan daring yang dirasa kurang efektif.
Banyak mahasiswa yang mengeluhkan kendala jaringan dan perangkat saat melaksanakan kegiatan perkuliahan daring. Atas kesepakatan mahasiswa dan dosen, total Satuan Kredit Semester (SKS) mata kuliah yang diliburkan akan “dibayar” ketika perkuliahan kembali berjalan normal.
Keluhan terkait efektivitas belajar juga dialami oleh mahasiswi Akuntansi Syariah. Inez, salah satu kosma di jurusan tersebut mengungkapkan, selama perkuliahan daring, mahasiswa banyak terbagi fokusnya karena cenderung menyepelekan kegiatan belajar mengajar.
“Banyak mahasiswa yang tidak terlalu memperhatikan karena ada urusan lain yang sedang dikerjakan atau hanya sekadar masuk Zoom saja. Jadi menurut saya belum efektif,” papar Inez.
Selain itu, ia menambahkan bahwa untuk mata kuliah yang mempelajari perhitungan, kuliah daring dianggap cukup menyulitkan.
“Apalagi untuk mata kuliah yang banyak hitungannya, mereka (mahasiswa – red) lebih susah mencerna apa yang dosen sampaikan,” tambahnya.
Terkait mata kuliah tentang perhitungan, kendala serupa dialami oleh mahasiswa Tadris Matematika. Menurut salah satu mahasiswa, pembelajaran matematika sulit dipahami jika hanya sekadar mendengar penjelasan melalui Google Meet.
Hal serupa juga ditegaskan oleh Faiz, mahasiswa Bimbingan Konseling Islam (BKI). Menurutnya, kuliah daring kurang efektif karena mudah memicu kantuk. Selain itu, fokusnya juga sering terganggu oleh hal-hal lain.
“Lebih efektif offline, ketimbang online paling ikut matkul ngantuk, atau ada kegiatan lain yang ga bikin kita fokus” ujar Faiz.
Dari sudut pandang pengajar, salah satu dosen KPI, Fifi Novianty, memiliki pendapat yang sama dengan Inez. Ia berpendapat bahwa daya tangkap mahasiswa dalam menerima materi saat pembelajaran daring tidak setanggap saat pembelajaran tatap muka. Kendati demikian, ia berupaya untuk memberikan pembelajaran secara perlahan dan jelas agar materi tetap dapat dipahami oleh mahasiswa.
Sejauh ini, pernyataan Inez dan Fifi memang benar adanya. Mengingat tak menutup kemungkinan, ada beberapa mahasiswa yang cenderung menyepelekan perkuliahan secara daring. Banyak dari mereka yang justru melakukan aktivitas lain seperti bermain game, scroll media sosial, hingga tidur saat dosen memaparkan materi. Selain itu, kendala teknis seperti suhu ponsel yang panas, jaringan internet yang lambat, hingga kehabisan kuota internet menjadi tantangan yang menyebalkan bagi mahasiswa selama perkuliahan daring.
Di sisi lain, masih menurut Fifi, selama bulan suci Ramadan, perkuliahan daring cukup relevan untuk diterapkan. Hal ini karena kuliah daring memungkinkan mahasiswa untuk lebih fleksibel dalam membagi waktu antara perkuliahan dan ibadah.
Hampir dua pekan usai perkuliahan daring ditetapkan, tidak sedikit juga mahasiswa yang mengaku tak keberatan. Salah satu Mahasiswa BKI menyebut perkuliahan offline di bulan Ramadan akan cukup merepotkan, oleh sebab itu dirinya mensyukuri kebijakan kuliah daring meskipun menurutnya perkuliahan tatap muka lebih mudah untuk memahami materi.
Hal senada juga disampaikan Rafli, mahasiswa jurusan Ilmu Hadist ini berpendapat, perkuliahan daring cukup efektif untuk menggantikan perkuliahan secara tatap muka. Ia menegaskan sejauh ini proses pembelajaran dan diskusi tetap berjalan sebagaimana mestinya.
“Efektifitas belajar itu kembali ke kelasnya masing-masing,” jelas Rafli.
Rafli berpendapat perkuliahan secara daring memiliki nilai plus karena dapat dilakukan di mana saja. Walaupun demikian, ia tetap merasa bahwa kegiatan belajar mengajar akan lebih baik jika dilakukan secara bertatap muka.
Penulis: Fadhil Muhammad RF
Editor: M. Hijar Ardiansah