KIP Camp, Program Positif Yang Sempat Tuai Polemik. Kenapa?


Dokumentasi KIP CAMP 2024 
(sumber: Instagram Formakip Senja)

Cirebon, LPM FatsOeN — KIP Camp 2025 kembali hadir sebagai program pembinaan selama satu bulan penuh bagi mahasiswa penerima Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K). Kegiatan ini bertujuan memperkuat keterampilan bahasa Arab, bahasa Inggris, serta tahfidz Al-Qur’an. Pada kegiatan ini, nantinya peserta akan ditempa di Ma'had Al-Jami'ah sejak 13 Juli hingga 13 Agustus 2025.

Menurut salah satu pengurus Forum Mahasiswa KIP (FORMAKIP), Hikmat Nasori, KIP Camp ini diselenggarakan langsung oleh kampus atas instruksi Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dengan melibatkan Pusat Pengembangan Bahasa (PPB) dan Ma'had Al-Jami'ah.

Dirinya juga menambahkan bahwa kegiatan ini berangkat dari surat pernyataan yang telah disepakati oleh mahasiswa penerima beasiswa KIP. Dalam surat pernyataan, ditegaskan bahwa mahasiswa harus bersedia mengikuti program pengembangan bahasa dan juga program tahfidz minimal 1 juz.

Dalam kesempatan lain, hal senada ditegaskan oleh Muhsin Riyadi, Direktur Ma'had Al-Jami'ah selaku penanggung jawab acara ini. Menurutnya, program ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berbahasa Inggris dan bahasa Arab mahasiswa penerima KIP, sebagaimana diamanatkan oleh pemerintah selaku penyelenggara beasiswa KIP.

Selain itu, diadakannya KIP Camp juga diklaim untuk mencegah penyalahgunaan beasiswa KIP. Menurut Muhsin, akan lebih baik jika beasiswa yang diterima digunakan untuk hal yang bermanfaat seperti pembinaan yang ada dalam kegiatan KIP Camp ini.

Dilansir dari laman LPM Qalamun, kegiatan serupa juga pernah digelar oleh UIN Datokarama Palu selama dua hari, yakni pada hari Sabtu (11/11/2024) dan Minggu (12/11/2024).

Di atas kertas, konsep dan tujuan program ini sangat menjanjikan. Sebab, hanya dengan Rp800.000, mahasiswa penerima beasiswa KIP akan digembleng satu bulan dan mendapat sertifikat TOEFL, TOAFL, hingga tahfidz Al-Qur’an. Kendati demikian, program ini bukan tanpa kontra, sebab muncul juga berbagai pertanyaan dari mahasiswa, terutama terkait waktu pelaksanaan, regulasi kegiatan, hingga Rincian Anggaran Biaya (RAB) yang beredar.

1. Waktu pelaksanaan dan informasi yang mendadak

Pihak penyelenggara menyampaikan bahwa KIP Camp merupakan bagian dari pembinaan yang wajib diikuti oleh mahasiswa penerima KIP. Namun, banyak yang mengaku keberatan sebab penyelenggaraannya dinilai terlalu mendadak.

Bukan tanpa alasan mahasiswa menilai kegiatannya terlalu mendadak, kendati telah diwanti-wanti sejak awal menerima beasiswa. Menurut Muhsin, kegiatan ini telah dirancang sejak kurang lebih satu bulan sebelum surat edaran disebar. Kendati demikian, mahasiswa baru menerima informasi resmi sekitar satu minggu sebelum pelaksanaan.

Surat Keputusan (SK) kegiatan ini ditandatangani oleh Rektor UIN SSC pada tanggal 5 Juni 2025, sedangkan surat edaran ditandatangani oleh Direktur Ma'had pada 9 Juni 2025.

Hingga saat ini, banyak mahasiswa yang telah pulang ke kampung halaman atau terlanjur memiliki ikatan kerja dengan pihak lain. Alasan kedua tentu tidak dapat sembarangan ditinggalkan. Waktu pemberitahuan yang singkat membuat mereka kesulitan menyesuaikan diri dengan jadwal yang telah ditetapkan.

Imbas dari hal ini, banyak mahasiswa yang mempertanyakan konsekuensi apabila berhalangan mengikuti kegiatan ini. Dalam pesan yang beredar di grup WhatsApp penerima beasiswa KIP, mahasiswa yang tidak mengikuti kegiatan ini akan dipanggil oleh rektorat untuk dimintai pertanggungjawaban.

Hal ini dipertegas oleh jawaban Mushin Riyadi saat diwawancarai. Ia menegaskan persoalan konsekuensi adalah ranah dari rektorat, khususnya Warek III.

"Bukan wewenang saya (konsekuensi), itu wewenang Pak Warek III," ujarnya.

Namun, dirinya juga membeberkan bahwa rektorat ingin KIP selanjutnya tidak dicairkan, sebab mahasiswa dinilai tidak memenuhi unsur pembinaan yang telah disepakati melalui pakta integritas.

"Cuman kalau akademik maunya tidak dibayarkan KIP-nya tahun depan, karena dianggap tidak melakukan unsur pembinaan yang sudah disepakati di awal," tambahnya.

Sayangnya, saat ingin mengonfirmasi hal tersebut, Wakil Rektor III sedang melakukan kegiatan di Jakarta, sehingga wawancara harus ditunda sampai waktu yang belum ditentukan.

2. Regulasi kegiatan dianggap memberatkan

Pada program ini, awalnya penentuan kamar akan dipilih secara acak oleh panitia. Namun, usai banyak yang melayangkan keberatan, akhirnya regulasi ini diubah. Mahasiswa bebas memilih kelompok kamar, asalkan jumlahnya empat orang.

Selanjutnya, aturan kegiatan yang melarang mahasiswa membawa rice cooker juga banyak yang menyayangkan. Sebab, dalam RAB tidak ada anggaran untuk konsumsi sehari-hari mahasiswa. Dengan adanya rice cooker, tentu akan memangkas pengeluaran yang diperlukan mahasiswa selama mengikuti kegiatan.

Larangan tadi sebenarnya bukan tanpa alasan. Muhsin Riyadi mengungkapkan alasan penyelenggara melarang peserta membawa rice cooker, sebab ditakutkan akan membuat listrik mati dan mengganggu rangkaian kegiatan. Sebagai gantinya, Ma'had telah menyiapkan dapur umum yang bisa digunakan siapa saja selama kegiatan.

Selain itu, kebijakan wajib menetap di Ma'had selama satu bulan penuh juga cukup dikeluhkan. Menjawab hal itu, FORMAKIP melalui rapat daring yang diselenggarakan pada Jumat malam menjelaskan bahwa nantinya KIP Camp akan diselenggarakan dengan kegiatan belajar siang dan malam, sehingga tidak memungkinkan untuk pulang-pergi (PP).

3. RAB yang beredar justru menuai pertanyaan

Demi terwujudnya transparansi dana, penyelenggara kegiatan mengedarkan Rencana Anggaran Biaya (RAB). Namun, meski telah diedarkan, banyak mahasiswa yang mempertanyakan komposisi anggaran. Berbagai spekulasi pun bermunculan. Bahkan awalnya, FORMAKIP dinilai sebagai pihak yang bertanggung jawab atas hal ini.


RAB KIP CAMP yang beredar 
di grup Whatsapp Mahasiswa KIP-K 2023

Usut punya usut, penyusunan RAB ini tidak secara langsung melibatkan pengurus FORMAKIP. Dijelaskan oleh Direktur Ma'had Al-Jami'ah bahwa FORMAKIP hanya sebagai pemberi masukan dan saran. Hal ini ditegaskan oleh Hikmat bahwa FORMAKIP tidak terlibat dalam perumusan RAB yang beredar.

Adapun contoh isi RAB yang dipertanyakan, di antaranya anggaran konsumsi, di mana saat workshop, panitia justru diberikan konsumsi sebanyak dua kali, sedangkan peserta yang merupakan "donatur utama" kegiatan ini hanya mendapat makan satu kali selama workshop berlangsung. Menjawab hal ini, Hikmat menilai ada kekeliruan, sebab menurutnya yang akan diberi konsumsi adalah tamu undangan, bukan panitia.

"Nah, ini sebetulnya buat konsumsi tamu undangan," jelasnya.

Selanjutnya, yang ramai diperbincangkan adalah honorarium tutor yang dianggap terlalu besar. Dari honorarium tersebut, timbul pertanyaan mengenai siapa yang akan mengajar mahasiswa selama kegiatan. Hal ini dijawab oleh Muhsin Riyadi bahwa tenaga pengajar adalah dosen atau tenaga pendidik dari Ma'had Al-Jami'ah dan PPB.

Adapun pemateri untuk workshop, dijawab oleh Zaenal Muttaqin, sekretaris PPB, bahwa pihaknya akan mendatangkan Profesor Didin Nuruddin Hidayat, Guru Besar Bahasa Inggris UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selanjutnya, menanggapi persoalan maintenance Ma'had yang juga tertera dalam RAB, Muhsin mengklarifikasi bahwa biaya pengelolaan atau maintenance Ma'had menjadi tanggung jawab siapa pun yang memakainya.

"Jadi setiap yang menggunakan Ma'had itu harus diperkenakan biaya perawatan Ma'had," ucap Muhsin.


Mahad Al-Jami'ah UIN SSC
sumber: laman spi.uinssc

Tiga hal tadi merupakan polemik yang timbul dari kegiatan KIP Camp ini. Sejatinya, mahasiswa tidak serta-merta menolak adanya pembinaan. Mereka memahami bahwa sebagai penerima beasiswa, ada tanggung jawab yang perlu dijalankan. Hal ini dibuktikan dengan terdaftarnya kurang lebih 300 mahasiswa dalam kegiatan ini. Sebab, dari tiga hal tadi dapat disimpulkan bahwa yang menjadi persoalan bukanlah kegiatannya, melainkan sistem pelaksanaannya yang terkesan tergesa-gesa.

Jika KIP Camp diharapkan dapat memberi dampak positif, maka keterlibatan mahasiswa sejak awal perlu dijadikan prinsip dasar. Sebab, pembinaan yang efektif tidak cukup dengan niat baik, tetapi juga perlu dijalankan melalui proses yang terbuka.



Penulis: Ikhsan Tiaz Setiawan

Editor: Fadhil Muhammad RF

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama