Suasana diskusi publik Ada Apa dengan Wadas”, Hasbi Muhammad (kiri) sebagai moderator, Dr. A. Syatori, M.S.i (penanggap), tim solidaritas SALAM Institute untuk Wadas: Lina, Iif, Alim, Zikri (pemantik) bertempat di Auditorium SBSN Lt. 4 FSEI IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Senin (14/03/22). Foto: LPM FatsOeN/Dea Mariyana

IAIN, LPM FatsOeN - Senin (14/3/22), Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Faktultas Syariah dan Ekonomi Islam (FSEI) dan SALAM Institute menyelenggarakan diskusi publik dengan tema “Ada Apa dengan Wadas? (Kabar dari Garis Depan Perjuangan Warga Wadas)” di Auditorium SBSN Lt. 4. Kegiatan tersebut dihadiri oleh jajaran dekanat FSEI, elemen ORMAWA di lingkungan IAIN Syekh Nurjati Cirebon serta masyarakat umum.  

Kegiatan diskusi publik ini diselenggarakan sebagai ajang solidaritas terhadap warga Wadas yang menjadi korban tindakan pelanggaran HAM.

“Acara ini merupakan forum solidaritas. Sebagai mahasiswa, kita perlu melakukan implementasi tridharma perguruan tinggi, yaitu pengabdian. Saat ini keberadaan Wadas sangat urgen sekali. Terhitung dari bulan Februari, banyak sekali tindakan-tindakan yang memang kita selaku mahasiswa itu menilai melanggar hukum, bahkan melanggar asas-asas kemanusiaan. Maka dari itu penting bagi kita untuk membahas isu-isu terkait dengan yang terjadi di Wadas agar teman-teman mahasiswa menemukan sumber yang terpercaya dari pihak yang ikut turun langsung ke desa Wadas, dan perlu bagi kita untuk membangun gairah sosial untuk membela rakyat Wadas sesuai dengan perundang-undangan yang ada,” ujar Denis selaku Ketua Umum DEMA FSEI.  

Wadek III FSEI, Syatori mengatakan bahwa kegiatan diskusi ini perlu untuk dilaksanakan, karena persoalan Wadas ini menyangkut hak hidup seseorang.

“Apa yang terjadi di Wadas bukan hanya sekedar persoalan material, tapi persoalan kemanusiaan. Banyak ketimpangan hukum yang terjadi, banyak hak masyarakat yang direnggut, serta banyak regulasi yang rancu. Bisa jadi, apa yang terjadi saat ini ditunggangi oleh kepentingan terselubung,” kata Syatori.

Selain itu, Hilman Al-Farisi, perwakilan BEM Universitas Nahdatul Ulama (UNU) mengatakan bahwasanya diskusi publik ini penting untuk dilaksanakan sebagai bentuk kritisasi terhadap pemerintah atas segala pelanggaran yang terjadi terhadap masyarakat.

“Apa yang terjadi di Wadas saat ini jelas bertolakbelakang dengan nilai kemaslahatan. Adanya pertambangan ini sangat merugikan masyarakat Wadas, karena banyak aspek khususnya perekonomian yang terkendala jika proyek pertambangan ini tetap dilaksanakan,” kata Hilman.

Adapun harapan terkait dengan persoalan di Wadas, Denis menuturkan agar pemerintah dapat melakukan tindakan sesuai jalur hukum yang berlaku, serta masyarakat khususnya mahasiswa perlu menyatukan aksi demi membela hak warga Wadas.

“Jika  pemerintah ingin melaksanakan program nasionalnya itu, silakan untuk menempuh jalur-jalur yang sudah ditentukan. Adapun kemudian sebagai masyarakat khususnya mahasiswa, perlu adanya solidaritas baik dalam bentuk doa maupun turun ke lapangan mengawal masyakarat Wadas untuk mengembalikan hak-hak mereka,” tuturnya.

Hilman juga menyampaikan harapannya terkait dengan keberlangsungan kasus yang terjadi di Wadas.

“Mahasiswa sebagai agent of change perlu memiliki jiwa kritis. Ini merupakan tugas kita semua sebagai mahasiswa. Kita perlu melakukan aksi dengan turun ke jalan untuk memperjuangkan hak warga Wadas. Harapan saya, seluruh elemen baik masyarakat maupun pemerintah harus turut serta dalam menyelesaikan persoalan yang terjadi,”  pungkasnya.


Penulis: Deda Aenul Wardah

1 Komentar

  1. Mantapp, ini yang ditunggu setelah sekian lama. Fungsi agen of sosial control nya baru muncul,

    BalasHapus

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama